
Preman Pensiun 2, Sekuntum Mawar Beserta Durinya
Sebuah pengingat dan pengantar untuk Preman Pensiun 3
Saya lupa kapan sedih itu hilang. Seperti dentum meriam yang membunuh harapan hidup orang banyak, tiba-tiba saja seorang yang baik dan tangguh tanpa keluh meninggalkan sebuah arena, bukan karena ia mengalah, namun takdir membawa dirinya melangkah, jauh namun begitu dekat dalam ingatan, dan tentu takkan kembali.
Seseorang yang selalu bertanya tentang kampung halamanku di sela-sela kesibukan suting Preman Pensiun 2 (PP2). Ia. Seorang yang tak dekat namun dekat, jauh namun terasa selalu dekat. Setiap mendengar “See You Again”-nya Wiz Khalifa, selalu teringat bagaimana senyum dan candanya. Rambut kriwil dan badan yang semakin merenta. Pertanyaan tentang “Yan, apa kabar Cikembang? Orang-orang rumah?” Aku tak pernah paham bagaimana sakit tengah menyerang tubuhnya, sedikit-sedikit merenggut raga hingga pada akhirnya jiwanya pun terenggut dari dunia. Saya yakin akan kembali bertemu dengannya kelak. Ia seorang guru yang telah meninggalkan jejak baik. Alfatihah.
Peristiwa tiba-tiba yang menggemparkan seluruh penjuru Indonesia, kehilangan memang tak bisa ditebak, dan air mata yang bercucur doa pada saat itu bercucuran dari kami untuknya, kalau tidak salah mengingat, baru 10 episode berjalan PP2 ia meninggalkan kita, menuju episode lain dalam hidupnya. Sang Sutradara sempat bimbang bagaimana sebuah rencana besar harus diubah dalam hitungan detik karena sesorang yang menjadi kunci cerita direnggut oleh Sang Punya. Sempat break selama lima hari, tak ada kegiatan sedikitpun dalam keadaan sedemikian sedih dan tidak percaya. Segalanya seperti harus berubah dalam hitungan detik.
Di situlah kecerdikan seorang penulis naskah bisa diuji. Setelah sepuluh episode terlewati, dan seharusnya ada Kang Bahar dalam naskah, karena takdir berkata lain, Sang Sutradara menulis tanpa henti selama tiga hari, dalam keadaan sedemikian kalut, untuk mengubah segala yang telah terencana. Sepuluh episode dibongkar pasang menjadi yang sudah kita lihat bersama. Sang Sutradara tidak keluar kamar hotel selama tiga hari itu. Gila!
Saya tak paham apa yang dirasakan Aris Nugraha, Sang Sutradara, ketika kehilangan itu terjadi. Ketika sebuah cerita serial drama komedi seperti nyata, masih ingat dalam benak bagaimana episode 36 Preman Pensiun 1 (PP1), Kang Bahar mengatakan kepada Kang Mus, bahwa “Jalan kita sudah berbeda, sudah punya jalan masing-masing.” Mungkinkah itu jalan menuju surga? Entahlah. Setiap kali saya mengingat adegan itu, bulu kuduk ini merinding berkali-kali.
Setiap kali mengingatnya, saya harus memberikan yang terbaik di tiap adegan PP2, dan saya yakin teman-teman yang lainpun seperti itu. Sebuah duri yang terpaksa harus kami telan di tengah-tengah semangat yang menggebu untuk memberikan yang terbaik bagi semua penonton di seluruh Indonesia. Pada akhirnya kehilangan itu menjadi salah satu penyemangat kami untuk memberikan yang terbaik bagi penikmat Preman Pensiun.
Kenapa baru ditulis mengenai PP2 ini, setelah pada PP1 kutulis sebuah judul yang sama? Karena saya masih tak sanggup menceritakan duri yang harus kami telan itu. Saya belum siap menceritakan kesedihan kehilangan Om Didi. Sekaligus juga sebagai pengingat dan pengantar untuk Preman Pensiun 3 (PP3) yang sebentar lagi tayang.
Sisi Lain Preman Pensiun 2
Di sisi lain, PP2 adalah sebuah cerita yang berjalan maju, walau sesekali ada episode-episode mengingat kembali bagaimana Kang Bahar sangat berarti bagi cerita, dengan adegan masa lalu. Ada perbedaan yang mencolok di banding yang pertama. Setiap manusia mengalami perubahan dalam hidupnya, tidak mudah membentuk karakter lalu mengubah mereka yang lebih dari 40 itu dalam satu jalinan cerita. Sungguh tak mudah. Seorang penulis cerpen atau bahkan novel saja untuk memperkuat karakter seseorang butuh waktu dan pendalaman yang tidak mudah, terlebih ini harus digambarkan langsung dalam media audio-visual.
Kehidupan yang premanisme di season 1 mulai terlihat berubah di PP2. Bagaimana Bohim yang preman terminal berubah jadi tukang sablon, Ubed yang copet jadi tukang cilok, Kang Mus yang memiliki rumah lebih baik dan mulai berpikir untuk pensiun dari dunia preman, dan karakter lainnya. Roda hidup memang selalu berputar, dan itulah yang ditunjukkan oleh PP2. Bagaimana setiap orang bisa setia pada profesinya namun juga bisa berpikir lebih bijak untuk berjejak melangkah dalam hidup, berubah ke arah yang lebih indah. Barangkali mengapa Preman Pensiun menjadi tayangan pertama yang selalu ditunggu, karena rasa yang ditinggalkan dalam alur ceritanya seperti nyata.
Banyak serial televisi yang menghadirkan banyak pemain namun hanya sedikit yang diingat, sedang kekuatan karakter masing-masing pemain di Preman Pensiun menjadi kelebihan tersendiri, karena hampir semua pemain diingat oleh penikmatnya. Banyak serial di televisi yang memberikan tontonan yang membumbung, seperti mengajak semua penonton untuk bermimpi dengan kemewahan yang ditawarkan dan sebagainya. PP2 menghadirkan saya yang selalu pakai motor butut yang asli tidak ada rem depannya. Sederhana namun mengena.
Masih pada PP2, sosok Kang Idris dan Kang Bagja menjadi salah satu penyangga untuk menambal kehilangan Kang Bahar. Kang Idris adalah sosok yang mengganti wilayah preman, sedang Kang Bagja adalah seseorang yang menjadi ayah yang lain bagi keluarga Bahar. Apakah dua sosok tersebut masih akan ada di PP3? Sebentar lagi tayang, mari kita lihat apakah masih ada dua sosok penting tersebut.
Selain itu, sebetulnya benang merah PP2 bisa dilihat dari seorang Kang Mus. Tanpanya, barangkali sosok-sosok lain tidak terlalu berarti. Kang Mus selalu pergi ke sana ke mari menemui tokoh-tokoh lain dalam PP2. Hampir semua pemain pernah bertemu dengannya, menjadi jembatan untuk jalinan cerita yang menjadi sedemikian utuh, itulah mengapa Kang Mus begitu penting dibanding lainnya. Tanpa menyampingkan tokoh-tokoh lain dalam Preman Pensiun, memang ada Komar yang dengan ekspresi wajah yang keberbie-berbiean bisa membuat orang lain terkekeh, atau Pipit yang dengan kelakuan bocahnya membuat tertawa siapa saja yang menontonnya.
PP2 adalah sebuah serial drama komedi yang menyajikan bagaimana sosok preman pun bisa berpikir untuk lebih baik dalam hidupnya, tanpa mengenyampingkan hiburan yang menjadi kelebihannya. Seperti dalam realitas yang kita alami sehari-hari, PP2 yang hanya 46 episode itu mampu diingat oleh penontonnya sebagai sebuah tontonan yang tidak hanya menghibur, namun mengajarkan secara garis besar di balik kehidupan orang-orang yang kita anggap tidak baik, ada kehidupan normal lain di belakangnya.
Ingin sebenarnya menceritakan bagaimana kru di balik Preman Pensiun bercucuran keringat untuk membuat serial ini berjalan dengan semestinya (tanpa sedikitpun mengubah isi dialog dalam naskah). Tanpa mereka, Preman Pensiun tidak akan ada. Arsyad VOC, Dodi Sanjaya, dan Micko Mentari, adalah tiga orang yang menjadi jalar-jalar akar kepala Aris Nugraha. Selain itu ada Yaya Muzammil, Agus KSK, Ade Art, dan masih banyak kru yang sekitar 30 orang itu bisa membikin Preman Pensiun ada. Semuanya bekerja dengan total tanpa mengenal kapan hari libur ada, selain semacam Hari Raya Lebaran.
Ingin juga sebenarnya menceritakan bagaimana makanan-makanan tradisional dan tempat-tempat yang dijadikan lokasi suting ada dan hidup dalam Preman Pensiun. Ingin juga menceritakan bagaimana Aris Nugraha menulis naskah malam-malam lalu paginya para pemain memainkan naskah tersebut, dari season 1 sampai sekarang. Ah, manusia mah banyak inginnya.
Mau tak mau. Tak ada yang sempurna di dunia ini. Ada duri lain yang sangat mengganggu ketika tayangan itu harus diulang-ulang, entah berapa kali PP2 diulang sehingga yang ditakutkan penonton menjadi bosan melihatnya. Menjadi tantangan yang besar untuk PP3 bisa membuktikan bagaimana tayangannya masih layak ditonton atau tidak. Dari sudut pandang cerita tokoh-tokohnya, misalnya gaya Kang Mus yang berlebihan dirasa mengurangi greget kepremanannya. Alur cerita yang agak tumpang tindih pun terjadi ketika episode-episode kehilangan Kang Bahar.
Bagaimana dengan Preman Pensiun 3?
Nah, Preman Pensiun 3 akan disajikan dalam hitungan hari. Dari yang saya alami. Ada yang istimewa ketika jalan cerita yang meloncat-loncat dalam dialog tiap tokoh-tokohnya, yang jumlah tokohnya semakin banyak, pindah ke latar lain tapi seperti sebuah kesatuan cerita dari tokoh-tokoh itu, seperti Afrizal Malna dalam puisi-puisinya, dialog-dialog yang disajikan membuat penonton harus berpikir lebih tentang loncatan-loncatan itu. Kata Aris Nugraha sih, Preman Pensiun 3 ini harus menjadi masterpiece karyanya. Kata siapa drama komedi tidak bisa bikin penontonnya mikir.
Mari kita tunggu…
Sorry, the comment form is closed at this time.
Yudhi Herwibowo
keren kang. senang membaca tulisan ini. kutunggu pp3.. 🙂