
“Sinom Barangtaning Rasa” Gebrak Wanayasa
Wildan Kurnia berkolaborasi dengan Shocking Rajah menyajikan pertunjukkan “Sinom Barangtaning Rasa” karya Haji Hasan Mustapa. Pertunjukan yang disutradarai oleh Wildan Kurnia itu dilaksanakan Jumat-Sabtu (25-26/9/2015) di Sanggar Sukmasarakan Wanayasa, Purwakarta, pukul 20.00 WIB. Seniman, budayawan, musisi, dan masyarakat turut menjadi apresiator dalam pertunjukkan tersebut.
Pertunjukkan “Sinom Barangtaning Rasa” merupakan sebuah tranformasi teks guguritan karya Haji Hasan Mustapa. Pertunjukkan ini mengisahkan tentang masalah barangtaning rasa kaula jeung Gusti (rasa prihatin diri dan Gusti). Pertunjukkan disajikan dalam bentuk site specific dance performance. Menurut sutradara, Wildan Kurnia, site specific berarti menyajikan cerita yang dimliki sebuah tempat. Kemudian cerita itu digambarkan dengan dance performance oleh para aktor.
Pertunjukkan diawali dengan hadirnya penari dari atap rumah menggunakan topeng panji. Sementara tiga orang penari lainnya di halaman mengisahkan tentang awal mula lahirnya anak manusia. Adegan berlanjut dengan pindahnya para pemain ke tempat lainnya. Kontur sanggar sukmasarakan yang berundak di tepi sawah menyebabkan para pemain dan penonton harus berpindah tempat dan menyesuaikan diri.
Adegan kedua mengisahkan tentang kehidupan anak manusia yang mulai beranjak dewasa. Dalam tariannya digambarkan seseorang yang sedang mempercantik diri. Adegan ini megisahkan anak manusia yang mulai kasmaran dan jatuh cinta.
Adegan ketiga para aktor berpindah tempat lagi. Di tempat yang ketiga ini terdapat tempat berteduh serta seseorang yang sedang bermain kecapi. Topeng yang digunakan bukan lagi topeng panji tapi topeng tumenggung. Adegan ini mengisahkan tentang pepatah yang harus dituruti agar hidup bahagia. Dalam salah satu gerakannya tergambar adegan solat sebagai bentuk perwujudannya.
Pada adegan selanjutnya para aktor memakai topeng kelana di daerah tangga. Adegan ini menceritakan tentang tahta yang selalu diincar manusia di dunia. Para aktor berebut kekuasaan dengan saling sikut satu sama lain. Tak peduli teman atau lawan semuanya berebut untuk dapat mencapai puncak kekuasaan. Setelah itu para aktor kembali berganti topeng menggunakan topeng superhero. Topeng superhero ini menggambarkan dunia yang semakin modern.
Sang Pencipta yang digambarkan dengan pakaian putih dan memakai topeng panji akhirnya menentramkan kembali kehidupan manusia. Begitulah fase kehidupan manusia yang di dalamnya terdapat penggambaran proses dialektis. Manusia mengalami kecenderungan-kecenderungan jasmaniah dan ruhaniah.
Menurut Galih yang berperan sebagai Pencipta, ia merasa senang bisa terlibat dalam garapan ini. Ia pun merasa kagum kepada sutradara yang mampu mentransformasikan teks guguritan menjadi sebuah pertunjukkan.
Pertunjukkan yang beda dari biasanya ini jelas sangat menggebrak masyarakat Wanayasa. Lazimnya apresiator hanya duduk menyaksikan pertunjukkan di atas panggung. Namun, pertunjukkan “Sinom Barangtaning Rasa” ini melibatkan penonton dalam mobilitas pengadegan. Setiap aktor berpindah tempat, penonton pun harus ikut pindah supaya bisa menyaksikan pertunjukkannya.[]