
Interaksi Tradisi Lisan Gaok dan Teater Kontemporer
Karya inovatif ini berjudul “Simbar Kencana Ngadeg Raja”. Sebuah pertunjukan yang menginteraksikan seni tradisi lisan Gaok dengan teater kontemporer.
Sifat interaksi adalah saling melakukan aksi. Hadirnya beriringan. Wujudnya bisa saling berhubungan bisa tidak, bisa saling memengaruhi juga bisa tidak. Hal-hal yang dualistik ada kalanya tetap berdiri sendiri, keduanya bisa diakui keberadaanya secara bersamaan. Secara substansial berupaya tidak saling mereduksi satu sama lain. Melainkan, saling menguatkan atau menawarkan ruang ekspansi pemaknaan. Ada kalanya, dalam beberapa peristiwa, hal-hal yang dualistik (tradisi & modern) melebur menjadi entitas baru.
Berdasar pada pemikiran Prof. Jakob Sumardjo ikhwal elaborasi seni tradisi dengan seni modern; menghadirkan kontradiksi antara seni Gaok (tradisi) dan Teater (modern) bisa beragam cara. Setidaknya, ada dua cara yang bisa ditempuh. Pertama, sepenuhnya dengan cara berpikir modern. Kedua, dengan cara berpikir primordial yang paradoks.
Cara pertama menggunakan logika Aristotelian. Menolak adanya kemungkinan ketiga dari suatu kontradiksi yang menjadi dasar berpikir modern. Dualisme kebenaran yang saling bertentangan harus diambil tunggal dari salahsatunya.
Sedangkan cara kedua, merupakan cara berpikir primordial yang paradoks. Yang tradisional dan modern tetap diakui keberadaannya juga kebenarannya. Tidak ada yang diunggulkan, tidak ada yang dikalahkan, tidak ada yang dimenangkan, tidak ada yang ditolak.
Berdasarkan pemahaman itu, saya lebih memilih cara yang kedua. Melakukan upaya transformasi sekaligus menyertakan hipogramnya. Dalam proses penciptaan karya ini, seni Gaok (tradisi) dan teater kontemporer (modern), berpotensi memunculkan kreasi baru (kemungkinan ketiga, yaitu paradoks). Entitas baru yang paradoksal itu, modern-tradisional atau tradisional-modern; sakral yang profan atau profan yang sakral, keduanya hadir beriringan.
Bertolak dari sana, saya ingin menawarkan konsep pertunjukan yang di dalamnya terdiri dari hipogram berikut transformasinya. Keduanya hadir beriringan. Hipogramnya adalah seni tradisi gaok yang terdiri dari teks (wawacan), konteks (ritual: syukuran, hajatan, ruwatan) dan koteksnya (nembang: auditif, partisipatif). Sedangkan transformasinya adalah teater kontemporer yang terdiri dari teks (laku peristiwa, verbal/non verbal tubuh), konteks (relasi cerita dengan situasi kekinian: simpati, refleksi, argumentasi, negasi), koteks (audio dan visual: empati, alienasi, partisipatif).
Dalam pementasan ini, berharap seni tradisi tidak sepenuhnya tercerabut dari akarnya. Melainkan, seni tradisi akan dibiarkan tumbuh sambil menerima bentuk-bentuk seni pertunjukan modern.
Sinopsis
Naskah wawacan Simbar Kancana Ngadeg Raja: Fragmen Talaga Manggung (1999), mengisahkan peristiwa kerajaan Talaga Manggung yang mulanya damai dan sejahtera harus mengalami kekisruhan. Kerajaan Talaga Manggung ini adalah salahsatu kerajaan yang menjadi cikal bakal kabupaten Majalengka. Kerajaan Talaga Manggung (Kerajaan di bawah Galuh) dipimpin oleh seorang Raja yang tersohor. Ia memiliki dua orang anak yaitu Raden Panglurah dan Putri Simbar Kancana.
Cerita bermula dari adegan sayembara adu sakti yang ditujukan untuk mencari pasangannya Simbar Kancana. Pemenangnya adalah Palembang Gunung. Setelah menikah, Palembang Gunung berkhianat, ia melakukan upaya pembunuhan terhadap Raja Talaga Manggung melalui Centang Barang seorang penjaga benda pusaka kerajaan. Centang Barang yang sudah termakan bujuk rayupun membunuh Raja dengan senjata bernama “Cis”, senjata pusaka Raja.
Kejadian tersebut membuat kerajaan bersedih. Palembang Gunung mengumumkan bahwa yang membunuh Raja adalah Centang Barang. Centang Barang pun lari ketika dirinya hendak ditangkap. Tak lama kemudian misteri yang sebenarnya terungkap, bahwa otak pembunuhan adalah Palembang Gunung. Akhirnya Simbar Kancana bersiasat untuk menjebak Palembang Gunung. Jebakan itu berhasil, dibunuhlah Palembang Gunung oleh Simbar Kancana. Simbar Kancana pun memimpin kerajaan dan menikah lagi dengan pejabat kerajaan Galuh, seorang pangeran yang menolong Simbar Kancana ketika menangkap Centang Barang.