
Jika Saya Jadi Warga Kampung Pulo
Jika saya jadi warga Kampung Pulo, tentu saya kini bingung setengah mati atas situasi yang terjadi. Bagaimana bisa saya melulu disalahkan atas banjir tahunan Jakarta? Sementara ratusan gedung berdiri dengan gagahnya di kawasan Sudirman, Thamrin, dan Kuningan. Sementara area rawa dan hutan bakau di Pluit juga Pantai Indah Kapuk telah disulap sejak lama menjadi permukiman mewah, yang salah satunya juga dihuni secara pribadi oleh Gubernur DKI Jakarta. Sementara orang-orang berpunya, yang datang dari berbagai daerah di luar ibu kota, telah lama berlomba menanam beton di tanah kelahiran saya.
Benarkah rumah-rumah yang dibangun berpuluh tahun lalu, dan telah dihuni bapak serta kakek saya sejak lama di Kampung Pulo, merupakan biang kerok persoalan banjir Jakarta? Bagaimana dengan bangunan-bangunan vila di Puncak, tempat banyak orang Jakarta menghabiskan waktu di akhir pekan, yang telah banyak menutup area resapan air? Bagaimana dengan perumahan-perumahan kelas menengah di daerah Kebayoran, Pondok Indah, Kelapa Gading, hingga area-area sekitar Jakarta seperti Bintaro, Depok dan Bogor? Mengapa mereka juga tidak ikut disalahkan?
Mungkin kita sama-sama salah. Mereka salah telah menanam beton di bawah rumah serta gedung-gedung mewah. Sedangkan kami salah, mungkin karena tempat tinggal kami yang tidak sedap dilihat bagi mereka. Atau, mungkin kami sekadar pihak yang paling mudah dikorbankan dalam persoalan ini.
Jika saya warga Kampung Pulo, saya akan sedih bukan main membaca komentar-komentar para pengguna internet di media-media sosial, juga di banyak portal berita nasional. Apa saya dan ribuan orang lain yang menolak digusur sudah tepat dikatakan tidak tahu diri? Apa kami benar tidak tahu diuntung? Apa mereka sudah cukup informasi dan mengetahui dengan pasti bahwa tidak semua keluarga bisa tertampung di unit rusunawa yang disediakan?
Kami cuma kuli panggul, pelayan toko, serta pedagang yang menjaga kelangsungan hidup kami di pasar Jatinegara. Tahukah mereka rasanya dipentungi dan diseret-seret petugas Satpol PP? Juga, tahukah mereka sakit hatinya saat dicap perusuh dan diangkut ke kantor polisi seperti pencuri yang tertangkap tangan mengambil tas atau dompet di keramaian pasar?
Saya iri dengan orang-orang yang tinggal di bantaran Kali Code di Yogyakarta. Saya iri dengan masyarakat yang menghuni stren kali di Surabaya. Mereka ditata, juga berdaya menata diri mereka, sementara kami dikorbankan di Jakarta.
Bukankah presiden terpilih pada pemilu lalu pertama-tama menjadi disukai lantaran mengajak makan siang, hingga berdialog dan berbincang, sebelum akhirnya merelokasi PKL di Banjarsari? Bukankah orang yang sama, saat masih menjadi gubernur ibu kota, dulu sempat menjanjikan uang ganti rugi atas bangunan yang saya dan warga Kampung Pulo tinggali? Bahkan, kalau kita mau mengungkit-ungkit lagi, beliau juga yang menjanjikan upaya sertifikasi atas tanah-tanah yang kami huni.
Kami ingin musyawarah, bukan komunikasi satu arah.[]
Sorry, the comment form is closed at this time.
Wina
Saudara pinter banget yah bkin statement gtu ? Saudara tau gak kampung pulo BERDIRI di atas TANAH MILIK NEGARA ? Gilak aja, ud bukan milik sendiri, minta ganti rugi, rusuh lagi. Saya sbg warga jakarta mah seneng2 aja kampung pulo di gusur. Jdi ga ad pemandang kumuh lagi kan. Jakarta jd lebih fresh dan gak jorok. Situ org jakarta ? Brarti situ ga suka maju dong. Mau ny tertinggal aja. Daerah kumuh mau di beresin kok di tentang. Begoooo~