Fb. In. Tw.

Adrahian: Tradisi Berbagi ala Pesantren

 

Sore itu menjadi sore yang berbeda di kobong Pondok Pesantren Nurul Huda, Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Sore itu adalah sore dimana anak-anak santri mulai masuk kembali menuntut ilmu setelah sekian lama liburan.

Delapan orang laki-laki berkopiah duduk setengah lingkaran. Di tengah lingkaran terlihat beberapa kantong kresek aneka warna telah terbuka. Dari kejauhan isinya tidak terlalu jelas. Tapi dari dekat terlihat, kantong kresek itu berisi berbagai kudapan khas lebaran. Kue semprit, akar kelapa, rengginang, dan beberapa biskuit serta beberapa bungkus nasi yang belum dibuka.

Sudah menjadi semacam aturan tidak tertulis. Setelah musim liburan seperti Idul Fitri. Ketika santri kembali ke pondok pesantren. Mereka biasanya kembali dengan membawa berbagai macam makanan. Nantinya makanan itu akan dinikmati oleh semua santri secara bersama-sama. Di kalangan santri, tradisi tidak tertulis tersebut dinamakan dengan tradisi adrahian.

Kata adrahi diambil dari bahasa sunda. Kata tersebut mengacu pada makanan yang dibawa oleh seseorang dari tempat yang lain, untuk diberikan kepada orang yang dimaksud. Kata adrahi tentu saja berbeda dengan persembahan. Yang cenderung diberikan kepada orang yang derajatnya lebih tinggi atau terhormat. Kata adrahi sebenarnya lebih egaliter dibanding dengan persembahan.

Di dunia pesantren khususnya di tatar sunda. Kata adrahi mengacu pada makanan yang dibawa oleh masing-masing santri, untuk kemudian dibagikan lagi kepada santri yang lain. Meski tentu saja, tidak semua santri selalu membawa adrahi. Santri yang membawa adrahi atau tidak posisinya tetap sama. Semua bisa menikmati kebahagiaan kecil bersama-sama.

Setiap santri perempuan dan laki-laki biasanya segera membuka adrahi ketika tiba di kobong. Semua adrahi yang dibawa semuanya dibagikan. Tidak ada lagi kepemilikan pribadi. Ketika sampai di kobong, semua adrahi milik bersama. Jika ada sisa, maka adrahi disimpan sebagai milik bersama.

Apabila ada santri yang coba-coba menyimpan adrahi itu sendiri. Maka biasanya, adrahi itu dalam beberapa waktu akan raib entah kemana. Bagi santri hal seperti itu bukan dianggap hilang karena dicuri. Hal seperti itu adalah hal biasa untuk menjaga kebersamaan dan saling mengingatkan antar santri.

Sesekali, jika beruntung, santri laki-laki akan mendapatkan kiriman adrahi spesial dari santri perempuan, begitu juga sebaliknya. Biasanya, hal itu didorong oleh orang tua yang sudah saling mengenal dan mempunyai ikatan persaudaraan sebelumnya. Hal tersebut selain sebagai bentuk perhatian, juga sebagai sebuah bentuk ikatan tidak resmi antara santri dan orang tua. Dalam beberapa kasus, saling beri adrahi antar santri yang didorong oleh orang tua, berujung pada pernikahan antara santri tersebut.

Dari penuturan beberapa kyai. Sebenarnya tradisi adrahi adalah tradisi masyarakat sunda secara umum yang dibawa masuk ke lingkungan pesantren. Dalam konteks demikian, tradisi adrahian adalah sebuah tradisi yang didorong oleh keinginan untuk saling berbagi dan membahagiakan orang lain.

Tradisi ini juga didorong oleh pepatah tua yang mengatakan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tradisi adrahian mengajarkan masyarakat dan santri. Untuk selalu bisa berbagi dan memberikan kebahagiaan bagi orang lain. Lebih jauh lagi, beberapa kyai mengatakan bahwa konsep berbagi itu dekat dengan konsep sedekah. Sebagai amal baik yang tentu saja akan mengantarkan seorang muslim menuju surga.

Dalam sudut pandang yang lain, kyai memandang bahwa adopsi tradisi ini memberikan sebuah gambaran. Bahwa pesantren dan masyarakat merupakan sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan. Pesantren adalah bagian dari masyarakat dan masyarakat merupakan bagian dari pesantren. Dengan begitu, tradisi yang terdapat di pesantren merupakan bagian dari tradisi masyarakat. Namun tidak semua tradisi di masyarakat merupakan tradisi pesantren.

Dengan duduk melingkar bersama para santri. Saya mencoba mencicipi beberapa isi adrahi yang dibawa oleh santri. Alamak, jenis kue dan rasanya tidak jauh berbeda dengan yang ada di rumah. Tapi yang spesial, ada kebahagiaan lain yang entah datang dari mana ketika menikmati kue-kue ini. Hingga tak terasa, kami semua menikmati adrahi tersebut hingga tandas. []

 

KOMENTAR

Fasilitator pembelajaran di MA Sukasari Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, dan staf pengelolaan pengetahuan di Perkumpulan Inisiatif Bandung. Menaruh minat pada kajian isu-isu pendidikan dan pembangunan pedesaan serta dunia kepenulisan.

You don't have permission to register