Fb. In. Tw.

“Rakugo”: “Story Telling” Tradisional Jepang yang Segar dan Menghibur

Masyarakat Indonesia mungkin belum banyak yang mengenal rakugo, salah satu seni pertunjukan tradisional Jepang berunsur komedi. Rakugo dimainkan oleh seorang story teller yang disebut rakugoka. Uniknya, jika seorang story teller umumnya bisa dengan leluasa bergerak dan memainkan berbagai properti, dalam rakugo seorang rakugoka memiliki gerak dan properti yang terbatas.

Rakugoka melakukan pertunjukan dalam posisi duduk atau berlutut di atas zabuton (bantal duduk) besar, properti ia gunakan hanya sebuah kipas lipat dan selembar sapu tangan. Dalam keterbatasan itulah seorang rakugoka dituntut untuk mampu menghidupkan sebuah cerita, memerankan berbagai karakter, dan tentunya mengundang tawa penonton.

Pada pertengahan Juni 2015 ini, Katsura Sanshiro, seorang rakugoka muda dari Jepang, berkesempatan menunjukan kebolehannya mementaskan rakugo di berbagai tempat berbeda di Jakarta dalam rangkaian pertunjukan bertajuk “Katsura Sanshiro Rakugokai in Jakarta”. Gelaran ini diproduksi oleh Warehouse Terrada dan PT Terrada Indonesia di bawah supervisi Sochiku Service Network Co. Ltd.

Dalam salah satu pertunjukannya di Hall The Japan Foundation Jakarta (Sabtu, 13/5/2015), seorang MC dibantu penerjemah menjelaskan terlebih dahulu apa itu rakugo. Katsura Sanshiro kemudian naik ke atas panggung dan duduk beralaskan zabuton sambil memberi hormat dalam posisi duduknya dengan anggun. Kedua telapak tangan di atas lantai dan kepala menunduk sedikit.

Mengenakan yukata, pakaian tradisional Jepang, dengan sejenis mantel luar yang dibuka di atas panggung, Katsura memperkenalkan dirinya dalam bahasa Inggris. Ia pun meminta penonton untuk tertawa bahkan jika penonton tidak mengerti apa yang sedang ia ceritakan. Sontak penonton tertawa mendengar permintaannya itu.

“The Zoo” merupakan kisah pertama yang Katsura bawakan dengan segar dan memukau dalam bahasa Inggris. “The Zoo” berkisah tentang seorang pemalas yang ditawari pekerjaan yang sesuai dengan kemalasannya, yaitu menyamar menjadi seekor harimau di kebun binatang. Pasalnya harimau sungguhan di kebun binatang itu baru saja mati dan pengelola kebun binatang khawatir tidak akan ada pengunjung lagi jika di kebun binatang tidak ada harimau.

Katsura mengetuk-ngetukkan ujung kipas lipatnya ke lantai untuk menimbulkan efek ketukan pada pintu dan memainkannya sebagai mikrofon, serta memeragakan karakter si pemalas, tuan yang menawari si pemalas pekerjaan, pengelola kebun binatang, hingga pengunjung kebun binatang dengan piawai. Setiap gestur yang ia mainkan berhasil mengundang tawa penonton, termasuk saat memeragakan si pemalas dalam kostum harimaunya berjalan mondar-mandir dalam kandang, menyamar sebagai harimau.

Kisah mencapai klimaks saat seorang pengelola kebun binatang mengumumkan acara istimewa, yaitu memasukkan seekor singa ke dalam kandang harimau. Kisah tersebut berakhir dengan kejutan tak terduga yang mampu membuat penonton semakin terpingkal-pingkal.

Setelah jeda istirahat sepuluh menit, Katsura berganti yukata dan mengajak dua orang penonton naik ke atas panggung untuk memeragakan adegan makan semangkuk ramen panas. Ia menggunakan kipasnya seolah-olah sumpit, meniup-niup mangkuk imajiner di tangan kirinya, dan menyumpit ramen ke dalam mulutnya. Beragam suara seruput ia ciptakan sehingga ia terlihat seolah-olah memang sedang menyantap semangkuk ramen berkuah yang panas. Secara bergantian dua orang penonton yang duduk di sebelahnya, mengenakan mantelnya, dan meniru adegan yang ia contohkan.

Kisah dalam pertunjukan rakugo berikutnya ia bawakan dalam bahasa Jepang “Sara Yashiki = Dish Mansion”, tentang anak muda yang penasaran dengan kisah hantu di mansion dan bermaksud membuktikannya. Konon jika mendengar hantu itu berhitung sampai sembilan siapapun yang mendengarnya akan mati, namun ternyata hal menarik justru terjadi saat anak muda tersebut melihat penampakan si hantu.

Kisah kedua ini diambil dari sebuah lakon “Bancho Dish Mansion” tentang seorang pembantu yang memecahkan satu dari sepuluh piring kesayangan majikannya. Setelah mendapat hukuman potong satu jari, pembantu yang diikat ini berhasil melarikan diri dan menjatuhkan diri ke dalam sumur. Konon, sejak itu terdengar suara menakutkan sang pembantu yang menghitung satu per satu piring.

Mendengar kisah komedi dengan tema hantu seperti ini, penonton yang menguasai bahasa Jepang tentu dapat menikmati seluruh cerita dengan penuh gelak tawa. Namun, penonton yang tidak bisa berbahasa Jepang tetap dapat menikmati berbagai perubahan gestur dan intonasi bicara sang rakugoka yang lucu dan menghibur.

Sungguh menarik menikmati pertunjukan tradisional Jepang yang dibawakan dalam bahasa Inggris. Katsura Sanshiro merupakan pria kelahiran Kobe yang juga anggota agensi kreatif Yoshimoto. Ia menjadi murid ke-13 Katsura Bunshi pada tahun 2004 dan pernah membawakan rakugo dalam bahasa Inggris di Hollywood, Amerika Serikat, pada tahun 2013.

Pertunjukan tradisional yang sudah ada sejak zaman Edo ini, semula memang hanya untuk menghibur masyarakat umum, namun di zaman modern dimainkan oleh rakugoka profesional dan tentunya tetap mendapat tempat di hati masyarakat Jepang. Tak hanya itu, dengan kepiawaian rakugoka dalam berbahasa Inggris pertunjukan tradisional Negeri Matahari Terbit ini kini dapat melanglangbuana dan dinikmati masyarakat dunia.[]

KOMENTAR

Pecinta seni pertunjukan. Alumni Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan Indonesia.

You don't have permission to register