Cirebon dan Rumah Kertas
Menjelang petang kami tiba di kota ini. Udara terasa panas. Lalu lintas padat di akhir pekan kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kota ini. Kota pelabuhan pantai utara Jawa yang pernah mengalami masa-masa kejayaan pada zaman kerajaan dulu. Cirebon memang tengah menggeliat menjelma kota metropolitan. Kota yang juga pernah diabadikan Chairil Anwar lewat puisi “Senja Di Pelabuhan Kecil”.
Di saat lelah dan penat menyergap akibat menempuh perjalanan panjang, tiba-tiba seorang perempuan muda menyapa kami. Memperkenalkan diri, menyambut layaknya tuan rumah terhadap tamu. Kami kembali semangat. Berharap, Cirebon memberikan cerita yang lain untuk kami. Kisah yang bisa kami bagi.
Nissa Rengganis. Ya, Nissa Rengganis nama perempuan itu. Yang mengundang sekaligus mempertemukan kami dengan kota ini. Seorang penulis muda, pegiat sastra, sekaligus penggerak komunitas Rumah Kertas. Sebuah komunitas sastra di Cirebon yang telah menjadi rumah bagi penulis-penulis muda. Rumah bagi setiap anak muda Cirebon yang secara intens memperbincangkan, sastra, isu-isu kesenian dan kebudayaan.
Rumah Kertas merupakan model komunitas sastra masa kini. Dinamis, bersifat terbuka, tidak berbatas ruang, serta bebas dalam menerima gagasan-ide yang tumbuh subur, terutama di kalangan anak muda. Ini dibuktikan dengan pemilihan tempat diskusi yang bisa dilakukan di mana saja; di café, warung kopi, trotoar jalan, taman kota, atau pelataran masjid.
“Rumah Kertas berawal dari obrolan-obralan mahasiswa asal Cirebon yang kuliah di luar daerah. Karena membutuhkan rumah kreatif yang tidak terakomodasi oleh ruang yang telah ada,” Nissa membuka obrolan.
Seperti juga kota-kota lain di Jawa Barat, Cirebon memang tengah mengalami gempuran modernitas. Ketika dunia kesenian dan kebudayaan termarjinalkan dan komunitas-komunitas yang ada sebelumnya disorientasi dan mati suri. Maka Rumah Kertas menjadi pilihan untuk mengembangkan aktivitas-aktivitas kreatif kepenulisan dikalangan anak-anak muda-mahasiswa.
“Rumah Kertas mengisi kolom esai di harian Radar Cirebon setiap hari Sabtu. Sekarang sudah lebih dari 60 edisi kami mengisi kolom itu,” Nissa berseloroh. “Meskipun pada awalnya ada pihak yang kurang senang bahkan ingin menghentikan kolom esai yang diisi oleh teman-teman Rumah Kertas,” sambung Nissa.
Selain secara rutin mengisi kolom esai di harian Radar Cirebon. Rumah Kertas juga mengadakan Malam Puisi. Sebuah perayaan estetik yang berfungsi sebagai ajang silaturahmi berbagai komunitas seni budaya di Cirebon. Acara ini juga sebagai cara untuk menyiasati agar intensitas pegiat Rumah Kertas tetap bugar dan terjaga.
“Dalam mengadakan malam puisi atau acara-acara seperti ini. Biasanya kami bekerja secara keroyokan, bareng-bareng dengan komunitas lain. Soal tempat dan dana menjadi terasa lebih ringan.” Begitu cara Nissa dan kawan-kawan Rumah Kertas mengelola kegiatan. Meskipun kadang naik turun, tapi tetap mampu menjaga komunitas ini tetap bertahan sejak Oktober 2012 hingga hari ini.
Secara perlahan musik mulai menderas. Malam Puisi telah dimulai. Pengunjung di kafe ini bersiap menikmati berbagai pertunjukan musik, pembacaan puisi serta diskusi. Malam sempurna. Udara tetap panas dan bergairah. Cirebon sedang bersiap menunjukkan kepada kami. Bahwa ada potensi lain di kota ini. Sastra, seni, dan anak-anak muda Rumah Kertas.
Sebentar saja, kami merasa Cirebon telah menjelma menjadi kota yang ramah dan menyenangkan.[]
Sorry, the comment form is closed at this time.
self publishing
base camp rumah kertas dimana ya? kebetulan saya juga orang cirebon.