Fb. In. Tw.

“Rest Area” Citeluh Favorit Turis Mancanegara

Jika Anda berkendara dari Bandung ke Tasikmalaya via Cilawu-Singaparna, maka hampir sepanjang perjalanan mata Anda akan disuguhi pemandangan menyejukkkan khas daerah Priangan: bukit demi bukit menjulang, area perkebunan dan pesawahan, di sela-selanya mengalir sebatang sungai. Sekilas, pemandangan demikian saya pikir akan mengingatkan Anda—juga siapa pun yang pernah melihatnya—pada lukisan-lukisan pastoral yang populer di zaman Orba.

Jalur Cilawu-Singaparna, penghubung Kabupaten Garut dan Tasikmalaya, memang tidak seramai jalur Malangbong-Gentong. Untuk ukuran jalur provinsi, rumah makan atau rest area yang berdiri di jalur ini, yang dimaksudkan sebagai tempat istirahat pengendara mobil pribadi dan penumpang kendaaran-kendaraan besar (khususnya bis pariwisata), masih dapat dihitung jumlahnya.

Citeluh-2

Minimnya rest area dimanfaatkan masyarakat setempat dengan membuka warung-warung kecil di pinggir jalan. Untuk kepentingan turistik, warung-warung kecil semacam itu tentu masih jauh dari kata memadai. Namun, biarpun demikian, nasib berbeda nampaknya menaungi sederet warung kecil di kawasan Citeluh, Jalan Garut-Tasik KM.12, Sukatani, Cilawu, Garut.

Sudah sejak lama warung-warung kecil di Citeluh disinggahi turis-turis mancanegara, khususnya turis-turis asal Jepang, Jerman, dan Belanda. Meski turis-turis itu tidak semuanya membeli makanan di warung, mereka umumnya menjadikan warung-warung itu sebagai tempat istirahat, rest area. Kenapa bisa begitu?

Hal paling menarik di Citeluh ialah pemandangan alamnya. Di sisi jalan, tepatnya di sisi kiri dari arah Garut, sawah berundak-undak, di belakangnya berdiri Gunung Satria. Gunung Satria merupakan sebuah bukit yang ditanami teh hijau. Warna hijau tanaman teh inilah yang menjadikan Gunung Satria tampak berbeda dengan bukit-bukit di sekelilingnya. Turis-turis sengaja berhenti di sini untuk sekedar berfoto dan melemaskan otot.

Ambu (62), pemilik salah satu warung di Citeluh, menuturkan bahwa sebelum peristiwa Bom Bali, turis-turis yang datang ke situ bisa mencapai empat bis sehari, “Sekarang mah jarang, paling 1-2 orang perhari. Tapi kalau hari Selasa, Rabu, dan Jumat biasanya banyak. Itu turis-turis yang mau ke Naga (Kampung Naga, red.).”

“Lahan parkir ini juga sebetulnya milik pemerintah, namun disewakan ke swasta untuk parkir bis-bis pariwisata. Pengelolanya tetap kita, masyarakat. Demi kepentingan turis, di sini gak boleh ada yang bikin warung lagi,” tambah Ambu.

Citeluh-3

Sederet warung yang berjajar di Citeluh tersebut masing-masing menjual mie ayam, lotek, kupat tahu, bubur kacang, mie bakso, serta sirop dan kelapa muda. Para pedagang tidak mengandalkan pemasukan dari kunjungan turis mancanegara. Turis lokal serta pengendara kendaraan roda empat dan roda dua banyak yang sengaja datang ke Citeluh semata untuk ngopi sambil menikmati indahnya pemandangan Gunung Satria.

“Kemarin ada rombongan dari Tasik, empat mobil, ke sini cuma makan dan foto-foto,” jelas Ambu.

Jika Anda berkendara dari Bandung ke Tasikmalaya via Cilawu-Singaparna, saya pikir tidak ada salahnya untuk sejenak mampir di Citeluh, menikmati sensasi turis-turis mancanegara.[]

Foto: Zulkifli Songyanan

KOMENTAR

Reporter buruan.co. Menulis puisi dan esai. Kumpulan puisi pertamanya "Kartu Pos dari Banda Neira" (Penerbit Gambang, 2017).

You don't have permission to register