Fb. In. Tw.

Naskah Kuno, Si Cantik Klasik nan Unik

Kebudayaan merupakan hasil cipta karsa masyarakat terdahulu. Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara sejak kurun waktu yang cukup lama memiliki peradaban dan kebudayaan tinggi yang dari waktu ke waktu mengalami perubahan (Lubis, 1996:1).

Budaya literasi sudah terjadi dari zaman nenek moyang atau leluhur kita. Orang-orang zaman dahululah (kakek buyut) sang penulis hebat itu, menciptakan sebuah mahakarya sastra yang adiluhung. Kita menyebutnya adalah sastra tulis klasik, karena sastra klasik itu dibagi menjadi dua, ada tulis dan lisan. Tulisan tersebut sebagai representasi zaman pada masanya. Hasil budaya literasi itu adalah naskah.

Naskah secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu codex yang berarti teras bahan pohon. Adapun secara istilah naskah adalah semua bahan tulisan tangan peninggakan nenek moyang pada kertas lontar, kulit kayu, dan rotan (Djamaris, 2002:3). Namun seiring perkembangan zaman dan peradaban saat ini, naskah-naskah tersebut mulai ditinggalkan.

Teks yang tertulis dalam naskah merupakan pegangan hidup masyarakat terdahulu, dengan kata lain nenek moyang tidak sembarangan menggunakan atau menuliskan naskah tersebut. Naskah yang hadir hari ini adalah naskah yang berisikan sejarah dimana naskah kuno itu menjadi satu-satunya sumber sejarah yang ada dan menghubungkan zaman lampau dengan zaman kini. Namun sayang, khazanah pernaskahan kurang diperhatikan oleh kalangan akademisi, naskah hanya menjadi koleksi museum atau disimpan saja dalam peti di masyarakat.

Kini naskah  kuno (naskah, red.) itu menjadi incaran para peneliti, baik filolog maupun arkeolog, karena isinya memang penuh dengan khasanah ilmu baru. Selain itu, rasa penasaran pula yang mendorong untuk meneliti naskah, apa sih sebenarnya yang ditulis orang-orang zaman dahulu.

Setahu saya naskah itu di antaranya berisi tentang, hukum  tata negara (Prasasti Galunggung), tentang isim/jimat (Totopong Sunan Gunung Djati), obat-obatan, Al-Quran, tata perilaku dan masih banyak lagi. Karena itulah saya menyebut naskah kuno sebagai si cantik klasik nan unik.

Menjadi  menarik lagi dari naskah adalah cara penulisan (huruf) dan bahasa yang digunakan. Ada yang menggunakan tulisan arab, cacarakan, dan lain sebagainya. Bahasanya ada yang menggunakan Jawa, Sunda, Melayu dan lainnya. Karena tulisannya lampau, maka peneliti harus bekerja ekstra keras mempelajarinya. Selain dari segi bahasa dan tulisan, bahan naskah juga menjadi hal yang membuat menarik, naskah biasanya dibuat di atas batu, kulit binatang, daun, kulit pohon, perak, dan lain-lain.

Naskah menjadi salah satu bukti sejarah yang menggambarkan betapa kayanya Indonesia. Naskah yang terdapat di museum memang banyak, tapi jangan salah, di masyrakat sendiri naskah jauh lebih banyak. Biasanya naskah menjadi bahan warisan turun-temurun karena dipercaya sebagai harta benda yang harus dijaga. Menerut penuturan beberapa orang pemegang naskah, mereka tidak memberikannya kepada pemerintah, karena takut pemerintah tidak bisa merawatnya seperti mereka merawat naskah tersebut.

Sebagai generasi penerus bangsa yang tidak ingin kehilangan jati diri, kita harus menjaga dan melestarikan kekayaan budaya bangsa ini. Namun, ketika naskah tidak mengalami pelestarian isi, naskah akan punah dan rusak tentunya tidak bisa dimanfaatkan. Bahan naskah yang bisa mengalami expired karena termakan usia, atau bahkan akibat dari perawatannya yang kurang tepat.  

Pendokumentasian naskah sebagai upaya pelestarian nyatanya menjadi tindakan konkret pemerintah ataupun akademisi untuk melindungi benda bersejarah tersebut. Namun kenyataannya proses pendokumentasian bukanlah hal yang murah dan  mudah.

Pendokumentasian  memang bisa dilakukan secara sederhana dengan memotret naskah tersebut, namun langkah itu tidak dianjurkan. Karena cahaya blitz lampu kamera akan merusak naskah. Maka proses pendokumentasian menjadi hal langka karena kemahalan dan kesulitan mendatangkan alat yang layak.

Akan tetapi, bagi saya, untuk menyelamatkan sebuah bukti sejarah bukan perkara mahal dan susah yang menghambat. Asal ada kemauan dan niat dari pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk melakukannya pasti bisa. Tidak ada harga yang mahal untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan leluhur bangsa ini.[]

KOMENTAR
Post tags:

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia.

You don't have permission to register