Fb. In. Tw.

Stone Garden: Menyelami Laut Dangkal Masa Silam

Keindahan terumbu karang di laut Bunaken atau Raja Ampat mungkin kita sudah sangat sering mendengarnya. Tapi bagaimana jika keindahan terumbu karang itu kita temukan pula di perbukitan yang bahkan jauh dari laut? Pertanyaan tersebut sekilas terdengar tak masuk akal. Tapi, mari kita “menyelam” ke Kampung Girimulya, Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Kita akan bisa menjawab sendiri pertanyaan itu.

Fosil Karang laut.

Fosil Karang laut.

Untuk sampai di Stone Garden, jika dari pusat kota Bandung kita bisa menggunakan bus Damri dari Alun-alun Bandung dengan tujuan akhir Ciburuy atau angkutan umum jurusan Padalarang dengan turun di Tagog. Kemudian naik angkutan umum jurusan Rajamandala. Jika menggunakan kendaraan pribadi, dari Kota Baru Parahyangan kita cukup mengikuti jalan menuju arah Cianjur yang hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Di sepanjang perjalanan, kita akan melihat lanskap berupa perbukitan dengan hamparan batu yang tak beraturan. Pemandangan yang kita lihat itu adalah perbukitan batu gamping atau dikenal juga dengan batu kapur. Batu gamping tersebut terbentuk sekitar 30-25 juta tahun yang lalu. Di sebelah kanan jalan raya, kita akan menemukan sebuah gapura berwarna hitam sebagai pintu masuk menuju kawasan Gua Pawon. Stone Garden memang terletak persis di atas Gua Pawon. Dari gapura tesebut, kita mengikuti jalan bergelombang dan berkelok sejauh beberapa ratus meter sampai menemukan gerbang wisata Gua Pawon.

Awal Januari (1/1/2015) lalu saya mengunjungi Stone Garden ini bersama saudara saya. Pagi sekali kami sudah berangkat. Jarum jam belum tepat menunjuk angka 6 ketika kami sampai di depan gerbang wisata Gua Pawon. Sepi sekali, sepertinya pengelola objek wisata Gua Pawon ini masih terlelap setelah semalaman merayakan tahun baru. Beruntung pintu gerbang objek wisata ini terbuka dan saya bertemu dengan seorang warga untuk menanyakan akses menuju Stone Garden. Warga tersebut mengarahkan saya untuk mengikuti sebuah jalan setapak di sebelah kanan gerbang masuk. Ternyata jalan tersebut sangat terjal dengan keadaan tanah yang licin karena telah diguyur hujan.

Jalur ini dipasangi batu-batu seadanya sebagai pijakan untuk memudahkan pendakian menuju Stone Garden dengan sisi kanan-kiri ditumbuhi semak belukar. Setelah mendaki sekitar belasan meter, saya sempat sangsi akan jalur yang ditunjukkan warga ini karena tak kunjung menemukan lokasi yang dituju. Terlebih kami berdua baru pertama kali mengunjungi tempat ini dan keadaan saat itu sangat sepi sekali, hanya terdengar lenguhan sapi dan kerbau di kejauhan. Tapi kami tetap melanjutkan perjalanan.

Fosil Terumbu Karang.

Fosil Terumbu Karang.

Beberapa menit kemudian kami melihat deretan warung. Enyahlah sudah keraguan dan napas yang terengah. Kami melewati warung tersebut dan menanyakan jalan menuju Stone Garden kepada seorang ibu pemilik warung. Ternyata jalur yang baru saja kami lewati benar. Namun, ada akses lain yang lebih mudah dan bisa dilewati kendaraan, yaitu melewati kawasan penambangan milik PT Bukit Asri. Kemudian pemilik warung tersebut menunjukkan jalan yang harus dilalui selanjutnya ke arah kiri melewati loket masuk. Tiket masuk menuju Stone Garden ini murah sekali, hanya Rp3.000/orang. Beberapa meter dari loket masuk, saya langsung terpukau. Batu-batu dengan berbagai bentuk dan ukuran terhampar cantik di depan kaki saya.

Seorang geolog dari ITB sekaligus koordinator KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung), Budi Brahmantyo, mengemukakan bahwa penamaan Stone Garden diciptakan oleh para pencinta alam sekitar tahun 2000-an. Namun, sebagian orang menyebut tempat ini dengan nama Taman Batu. Batuan di Stone Garden adalah hasil bentukan alamiah yang mengalami proses pelarutan.

Di Pasir Pawon atau Bukit Pawon ini kita dapat menemukan batu-batu yang berukuran besar dengan berbagai nama, semisal Batu Gerbang, Batu Mesra, dan Batu Cadel Sedong. Selain itu, kita juga dapat menemukan batuan sisa-sisa terumbu karang dan kerang laut yang berumur 30-25 juta tahun yang lalu. Hal itu membuktikan bahwa sebagian Pulau Jawa pada zaman Miosen Awal (38-23 juta tahun yang lalu) berada di bawah permukaan laut. Tanah Bandung yang kita huni sekarang merupakan laut dangkal yang kemudian terangkat karena aktivitas alam seperti gempa.

Asap hitam mengepul dari pabrik pengolahan batu.

Asap hitam mengepul dari pabrik pengolahan batu.

Sukacita saya melihat pemandangan Stone Garden ini seketika lenyap tatkala melihat kepulan asap hitam yang membumbung tinggi di balik bukit. Di tempat ini banyak sekali aktivitas penambangan batu gamping sebagai bahan baku cat tembok, pasta gigi, atau untuk dibuat hiasan. Kawasan Pasir Pawon pun terancam oleh aktivitas penambangan ini. Eksploitasi alam yang sembarangan dan kebutuhan ekonomi menjadi lingkaran setan yang belum terpecahkan. Entah beberapa tahun yang akan datang mungkin anak cucu kita hanya dapat melihat perbukitan batu gamping ini dari buku sekolahnya.[]

Sumber foto: Tantri Wulandari

KOMENTAR

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI dan anggota ASAS UPI. Penikmat sastra dan pencinta alam.

Comments
  • alra

    Waw bagusss bangett pengen liat saudara dong ..

    5 Februari 2015

Sorry, the comment form is closed at this time.

You don't have permission to register