Perempuan Oh Perempuan
“Bahwa tinggi-rendahnya, tingkat kemajuan suatu masyarakat adalah ditetapkan oleh tinggi-rendahnya kedudukan perempuan di dalam masyarakat” (Charles Fourrier)
Selama ini sejarah mencatat bahwa jatuhnya sebuah bangsa pada masanya disebabkan oleh kedudukan perempuan yang selalu diperlakukan dengan sangat rendah dan lemah oleh kaum Adam—walaupun tidak semua kaum adam seperti itu. Kerajaan Yunani jatuh, pada masanya karena perempuan Yunani dihinakan di dalam kulturnya.
Di mana perempuan dihinakan tak hanya ada dalam sejarah Yunani saja. Nazi jatuh, oleh karena Nazi pada saat itu menganggap bahwa perempuan hanya baik untuk diperbudak; hanya sebagai pemenuh kebutuhan biologis kaum laki-laki.
Dan, seperti halnya dengan kultur masyarakat Islam (bukan agama Islam) karena kurang menempatkan kaum perempuan pada kedudukan yang seharusnya—dihormati dan dijunjung tinggi martabatnya—maka masyarakat Islam mengalami dekadensi atau sekurang-kurangnya menjadi suram.
Tetapi, bahwa jatuhnya sebuah bangsa tidak hanya semata-mata disebabkan oleh faktor permasalahan perempuan saja. Hal itu hanya sebagai contoh sederhana dari salah satu faktor yang menjadi penyebab besar jatuhnya sebuah bangsa.
Agar kita dapat menarik suatu kesimpulan secara kontekstual, bahwa kedudukan perempuan tidak dapat dipandang sebelah mata; ditempatkan sebagai manusia kelas dua setelah laki-laki. Perempuan memiliki peran penting dalam sebuah kemajuan dan pembangunan suatu bangsa.
Karena, selama ini sejarah juga mencatat, bahwa sesungguhnya perempuan tidak hanya menjadi pelengkap belaka, melainkan menjadi unsur utama dari sebuah bangsa itu sendiri. Peradaban masa lalu menempatkan perempuan di ranah yang terhormat melalui penyebutan Dewi. Dewi kerap dikaitkan dengan makna pengetahuan dan berbagai makna kebaikan, bahkan budaya Timur Tengah Mesopotamia masa Neolitik mengutamakan “The Mother Goddes”, Dewi Ibu.
Hal ini mengingatkan saya pada kata-kata R.A. Kartini, sosok pejuang perempuan berani di Negara kita. Raden Ajeng Kartini mengatakan: Dari kaum perempuanlah manusia itu pertama-tama menerima pendidikan. Di pangkuan perempuanlah seseorang mulai belajar merasa, berpikir, dan berkata-kata. Makin lama makin jelas bagi saya, bahwa pendidikan yang mula-mula itu bukan tanpa arti bagi kehidupan. Kartini menganggap bahwa perempuan adalah mahluk mulia karena telah memainkan peranan pendidikan di awal perjalanan hidup seorang manusia….
Catatan selanjutnya>> Perempuan Oh Perempuan (2)