Manis Tapi Tragis: Kisah Saidjah-Adinda dalam Prosiding Simposium FSM 2021
Sehari setelah perhelatan Festival Seni Multatuli (FSM) 2021 resmi ditutup, tim Simposium FSM 2021 bekerja sama dengan penerbit Cantrik meluncurkan kumpulan hasil pembacaan fragmen Saidjah-Adinda dalam novel Max Havelaar.
Terdapat sembilanbelas naskah yang termuat dalam buku prosiding, ditulis oleh empat pembicara utama seperti Saut Situmorang, Rhoma Dwi Aria, Ari Jogaiswara, dan Okky Madasari, serta limabelas pembicara terpilih yang menjadi panelis Simposium Festival Seni Multatuli pada 5 sampai 7 Oktober 2021 di Lebak, Banten.
Pada penyelenggaraan simposium. Saut Situmorang membacakan esainya yang berjudul “Buku yang Membunuh Kolonialisme?”. Dalam esainya, Saut Situmorang mempertanyakan pernyataan Pramoedya Ananta Toer (Pram) dalam sebuah esainya yang berjudul “The Book That Killed Colonialism” yang terbit di The New York Times Magazine 18 April 1999 soal pandangannya bahwa buku Max Havelaar adalah buku pembunuh kolonialisme.
Selain Saut Situmorang, buku Manis Tapi Tragis juga menghadirkan gagasan Okky Madasari, “Demistifikasi Multatuli: Tawaran Metodologi Ilmu Pengetahuan Mandiri”. Dalam esainya, Okky mendiskusikan metodologi dalam menganalisis, membongkar, sekaligus membangun ulang pengetahuan atas ikon-ikon kolonial, termasuk Multatuli sebagai bagian dari upaya dekolonisasi ilmu pengetahuan.
Salah satu pembacaan terhadap fragmen Saidjah-Adinda yang menarik, ditulis Achmad Sunjayadi dalam esainya “Kisah Saidjah-Adinda untuk Pariwisata”. Achmad Sunjayadi menilai bahwa Kabupaten Lebak memiliki potensi pariwisata yang luar biasa. Hal ini merujuk pada berbagai studi atau penelitian mengenai kepariwisataan di Lebak.
Narasi dalam kisah Saidjah-Adinda memiliki potensi untuk dijadikan Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) unggulan nasional berbasis potensi lokal di Kabupaten Lebak. Berbagai potensi jenis pariwisata yang telah ada dapat lebih dikembangkan seperti ecotourism (ekowisata), cultural tourism (wisata budaya), geotourism (geowisata), heritage tourism (wisata warisan budaya), dan literary tourism (wisata sastra). Dalam konteks kegiatan kepariwisataan kisah Saidjah-Adinda dapat menjadi payung untuk special interest tourism (pariwisata minat khusus).
Buku prosiding simposium Manis Tapi Tragis merupakan salah satu dari tiga buku yang diterbitkan Festival Seni Multatuli 2021 dan dapat diunduh secara gratis di laman resmi festivalsenimultatuli.id. Termasuk, hasil riset Angklung Buhun dan Kumpulan Buku Cerita Anak dengan judul Curug Munding, Kerbau, dan Burung Jalak.
Angklung Buhun Baduy
Selain meluncurkan buku Manis Tapi Tragis, tim Pengelolaan Pengetahuan FSM 2021 juga meluncurkan buku digital berjudul Gema Angklung Buhun Baduy: Asal-Usul, Makna, dan Pelestariannya.
Buku tersebut mencoba menjelaskan seni tradisi angklung buhun di Baduy yang berkaitan dengan siklus dan ritual penanaman padi, yang diyakini sebagai seni tradisi paling tua yang ada di Kabupaten Lebak.
Hendra Permana, Direktur Pengelolaan Pengetahuan mengaku, penerbitan buku hasil riset ini merupakan upaya untuk menghadirkan narasi mengenai angklung buhun Baduy, termasuk upaya untuk mendokumentasikannya.
“Karena sejauh ini Pemerintah Lebak belum pernah melakukan pendokumentasian ataupun riset mengenai seni tradisi angklung buhun, padahal angklung buhun merupakan salah satu Warisan Budaya Tak Benda nasional yang ditetapkan pada tahun 2015 di Kenya,” tambah Hendra Permana.
Buku yang menjadi salah satu luaran produk FSM 2021 ini membahas angklung buhun Baduy, mulai dari asal-usul, ranah penggunaan, cara pembuatan, hingga pendokumentasian lagu-lagu yang terdapat di tradisi angklung buhun Baduy. Buku Gema Angklung Buhun Baduy: Asal-Usul, Makna, dan Pelestariannya dapat diunduh secara gratis di laman resmi festivalsenimultatuli.id.
Selain itu, lagu angklung buhun baduy dalam buku tersebut, seperti Yandu Bibi, Ngasuh, dan Ayun-Ayunan yang didokumentasikan oleh tim Pengelolaan Pengetahuan juga diolah menjadi aransemen musik tradisi bercorak modern bertajuk Buhunna Sora dengan melibatkan Ismet Ruchimat, Parwa Rahayu, Rendy Aminuddin, Izze Robby, dan dua puluh lima musisi Lebak.