Fb. In. Tw.

Imajinasi Kanak-Kanak

Dunia kanak-kanak adalah dunia di luar diri penyair. Penyair sebagai subyek berhadapan dengan dunia kanak-kanak sebagai obyek. Tetapi mungkin juga dunia kanak-kanak itu adalah dunia dalam diri penyair itu sendiri, seperti dikatakan beberapa neurolog-psikolog seperti Heyer dan Rothaker, bahwa dalam ketidaksadaran kita terpendam tiga tingkat kehidupan: kehidupan nabati, kehidupan hewani, dan kehidupan kanak-kanak (Dari Sunyi ke Bunyi: 37).

Hartojo Andangdjaja menyebut bahwa terdapat dua jenis puisi yang mengungkapkan dunia kanak-kanak. Pertama, sebuah sajak yang lahir dari kesadaran penulis sebagai subjek orang dewasa dan menempatkan kanak-kanak sebagai objek dalam sajaknya. Kedua, sebuah bentuk sajak yang lahir dari ketaksadaran penyairnya, dengan memunculkan “anak-anak” dalam dirinya.

Jika pendapat dari Hartojo itu dikaitkan dengan empat sajak Nanda Alifya Rahmah yang tayang di rubrik Buruan (20/2/2019), maka bentuk kedualah yang lebih tepat dalam mengategorikan sajak-sajak ini. Sajak-sajak Nanda terbaca seperti celoteh naif dari seorang anak kecil meskipun isi sajaknya belum tentu (bahkan bisa dikatakan tidak) menarasikan kisah tentang anak-anak.

Kini dengan sebuah ciuman, aku harus melipat kursi ke dalam ransel, ia sudah melupakan pohon yang mengandungnya, berhenti tegak untuk membuatku duduk, menunggu kata-kata menjelma bintang jatuh, ada tiga puluh buku dongeng dan sepiluh butir padi untuk nawang wulan, pukul sebelas malam nanti sebuah roket menjemput, kutinggalkan kamarku dalam keadaan sudah tersapu

Dari nukilan sajak di atas, dapat kita baca imaji yang berjejal dan tumpang tindih, antara yang satu dengan lainnya. Misalnya mengapa aku lirik harus melipat kursi ke dalam ransel? Kegiatan memasukkan kursi ke dalam ransel tentu bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh orang-orang, tapi hal ini begitu saja hadir di dalam sajak. Sebelum kita menemukan maksud dari kegiatan ini, dihadirkan lagi bahwa “ia” si kursi sudah melupakan pohon yang mengandungnya. Hingga seterusnya, hingga seterusnya.

Hubungan kausalitas antar-peristiwa dalam sajak-sajak Nanda, bukanlah hal yang mesti membuat pembaca berkerut kening. Imaji yang berlompatan ini dijaga dengan kalimat-kalimat yang utuh. Hal ini setidaknya dapat memudahkan pembaca untuk mengikuti arah pembicaraan, menelusuri isotopi dari benda-benda luar angkasa dan alusi dari berbagai teks lain, misal Nawang Wulan, Castor dan Pollux, dll.

Sajak-sajak ini mengajak pembaca menikmatinya dengan pelan. Tentu apa yang dibicarakannya bukanlah hal yang mudah dipahami dalam sekali baca. Pembaca dituntun secara hati-hati untuk membayangkan lompatan-lompatan imaji dalam sajak, imaji seorang anak dalam diri penyair.[]

KOMENTAR

Media untuk Berbagi Kajian dan Apresiasi.

You don't have permission to register