Fb. In. Tw.

Menghirup Aroma Doa Bilal Jawad

“Aroma Doa Bilal Jawad” adalah cerpen yang terbit di harian Kompas, 13 Mei 2018. Cerpen ditulis oleh Raudal Tanjung Banua, penulis asal Lansano, Sumatra Barat yang mengelola komunitas Rumah Lebah dan Akar Indonesia di Yogyakarta.

Cerpen berkisah tentang seorang tokoh bernama Bilal Jawad lewat narasi dan kenangan tokoh Aku. Memiliki nama Bilal, tokoh tersebut memang bilal yang bertugas mengumandangkan Azan di kampungnya. Suaranya lengking dan panjang, pas belaka dengan keadaan kampung yang berbukit-bukit. Namun, cerpen tidak berkisah tentang Sang Bilal dan azan.

Cerpen hadir menyambut bulan Ramadan. Bukan hanya waktu terbit beberapa hari sebelum puasa, tapi juga dari segi cerita. Di kampung tokoh aku menghabiskan masa kecil, warga kampung sering berdoa sebelum memasuki bulan Ramadan. Dan pendoa yang biasa memimpin keluarga-keluarga berdoa adalah Bilal Jawad.

Sudah menjadi kebiasaan di kampung kami menyambut Ramadhan dengan cara menggelar doa di tiap rumah. Ada beberapa tukang doa yang bisa kami panggil, tetapi yang paling akrab Bilal Jawad.

Ritual tersebut ditujukan untuk mendoakan orang yang jauh atau telah tiada. Selain itu, para keluarga berharap dengan berdoa sebelum Ramadan tiba akan mengabulkan segala harapan. Apalagi Bilal Jawad memimpin doa tersebut. “Berdoa bersama Bilal Jawad serasa doa setahun diringkas satu hari, semua permintaan ada.”

Aktualitas peristiwa menjelang Ramadan dalam “Aroma Doa Bilal Jawad”, bisa jadi pertimbangan Putu Fajar Arcana sebagai redaktur Kompas menerbitkan cerpen ini. Lebih dari itu, cerpen tersebut juga memiliki daya tawar lain.

“Aroma Doa Bilal Jawad” bertemakan perbedaan. Lebih khusus lagi soal perbedaan dalam beragama. Bukan tentang perbedaan satu agama dengan agama lain. Tapi, dalam tubuh satu agama yaitu Islam. Terdapat juga kritik terhadap penguasa menghadapi perbedaan tersebut.

***

Indonesia adalah salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim. Meski begitu, Islam di Indonesia memiliki beragam ormas dengan banyak aliran di antaranya, Muhammadiyah, Persis, NU, dan masih banyak lagi.

Perbedaan tersebut tentu memiliki tata cara dan kebijakan masing-masing. Secara syariat, ada Islam yang menggunakan kunut ketika salat subuh, ada pula yang tidak. Ada yang puasanya lebih dulu, ada yang berlebaran terakhir, ada juga yang tidak. Ada yang menganggap ziarah ke makam itu penting, ada juga yang tidak. Contoh perbedaan akan terlalu panjang jika disebutkan semua di sini. Tentu saja setiap ormas punya pedoman kuat mengapa melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Sastra, baik puisi dan prosa, membuka peluang untuk memberikan kemungkinan lain atas sesuatu. Begitu juga dengan “Aroma Doa Bilal Jawad”. Raudal mencoba menghadirkan kemungkinan lahir konflik atas perbedaan dan kekuasaan.

Dalam cerita, tokoh Bilal Jawad menjadi tokoh yang dirugikan atas perbedaan dan kekuasaan. Sebagai seorang pemimpin, Bilal Jawad memiliki kebiasaan unik. Bilal Jawad sering membakar kemenyan sebelum mulai berdoa.

Ke dalam bara api di atas loyang, kemenyan dibubuhkan, maka membubunglah asapnya yang wangi mengiringi doa ke langit tinggi.

Pada awalnya, baik-baik saja. Para warga tak keberatan dengan kemenyan. Bahkan tokoh Aku yang menceritakan kisah Bilal Jawad juga terpikat. Ia bahkan sampai berharap dan berburu uang yang beraromakan kemenyan.

Konon, uang yang disimpan di kantong celana Bilal Jawad bukan saja ikut berubah wangi, tetapi juga dianggap membawa berkah. Entah siapa yang memulainya. Boleh jadi awalnya dari gurauan, tetapi lambat-laun membesar dan diyakini, terutama kalangan anak-anak. Seperti kami yang selalu membayangkan aroma uang yang keluar dari sakunya. Kami senang mengendus-endus uang kertas yang kami miliki. Mana tahu beraroma saku Pak Uwo.

Sampai suatu hari, akar masalah timbul. Saat Bilal Jawad hendak memimpin doa di salah satu rumah, ia tidak diperkenankan membakar kemenyan. Itu terjadi ketika di kediaman tokoh Baihaqi.

Di rumah ini pula, untuk pertama kalinya aku bertemu tuan rumah yang menolak membakar kemenyan, meskipun Pak Uwo bilang, “Ini sekadar harum-haruman.”

Baihaqi bergeming, sambil bergumam, “Bagaimanapun, kami takut bidah, Engku.”

Tokoh Baihaqi merupakan orang baru yang tinggal di kampung itu. Ia memiliki keyakinan berbeda dengan kebiasaan warga kampung yang berdoa sambil membakar kemenyan.

Pada akhirnya, bertahun-tahun kemudian tokoh Aku kembali ke kampung dengan harapan bisa bertemu Bilal Jawad. Tapi, ia mengetahui jika Bilal Jawad sudah tidak memimpin doa lagi. Itu terjadi karena tokoh Baihaqi menjadi imam-khatib yang baru.

Namun, betapa aku kecewa mendengar kabar dari adikku. “Sudah lama Pak Uwo tak memimpin doa,” katanya.

“Kenapa begitu?” tanyaku heran. “Kurasa ia masih kuat mengayuh sepeda…”

Adikku menjelaskan bahwa Bilal Jawad sudah tidak diperkenankan membakar kemenyan saat berdoa setelah Ustaz Baihaqi diangkat jadi imam-khatib yang baru di kampungku.

Peristiwa tersebut menunjukkan peran kekuasaan dalam menghadapi perbedaan. Penguasa bisa melarang sesuatu yang tidak sesuai dengan pemikiran dan kepercayaannya. Seperti yang dilakukan oleh tokoh Baihaqi. Jika sebelumnya Baihaqi melarang Bilal Jawad membakar kemenyan di rumahnya, kali ini ia melarang Bilal Jawad melakukan itu di seluruh kampung.

Raudal juga mencoba menghadirkan pertentangan antara kota dan desa. Seperti terjelaskan dalam cerita, tokoh Baihaqi berasal dari kota. Kehadiran Baihaqi di dalam cerita merupakan representasi dari kota. Pelarangan yang ia lakukan bisa berakibat hilangnya suatu ritual yang berada di pedesaan.

Selain hadir dalam tema, perbedaan juga sudah tampak sejak pembaca membaca judul cerpen. Terdapat frasa yang terdiri dari kata-kata berjauhan yaitu ‘Aroma Doa’. Dalam judul, ‘Aroma’ merupakan kata yang merujuk pada indra penciuman, sedang ‘Doa’ lebih dekat pada padanan kata yang merujuk pada indra pendengaran.

Menghadirkan frasa abstrak barangkali merupakan upaya Raudal menghadirkan pertanyaan dan rasa penasaran kepada pembaca. Setelah membaca judul, dalam benak pembaca akan timbul pertanyaan seperti kalimat pertama pada cerpen Apakah doa punya aroma?

Baca juga:
Variasi Cinta Opera Sekar Jagad
Permainan Persepsi Putu Wijaya

Lepas dari itu, cerita “Aroma Doa Bilal Jawad” kurang begitu utuh. Terdapat peristiwa-peristiwa yang dibiarkan menggantung begitu saja. Tidak jelas. Bagaimana nasib tiap keluarga ketika Bilal Jawad memimpin doa. Apakah harapannya terkabul atau tidak? Selain itu, tentu saja tanggapan para warga ketika Bilal Jawad tidak diperkenankan lagi memimpin doa. Padahal peristiwa tersebut bisa memperkuat tokoh Bilal Jawad sebagai salah satu pemimpin doa dan menguatkan suasana dalam cerita.

Namun, “Aroma Doa Bilal Jawad” penting untuk tetap dibaca. Seperti dalam beberapa cerpennya semisal “Kisah Menikung Si Tukang Kabung”1 dan “Cerita Sehari-hari di Dalam Rumah: Tak Mampus Dikoyak-koyak Sepi!”2, pembaca akan terkesan saat mengikuti kisah tokoh Bilal Jawad.

Raudal adalah salah satu pengarang yang mempertimbangkan betul tiap kata dalam kalimat yang ia tulis. Ia kerap menghadirkan bunyi dan akrobatik diksi. Dalam “Aroma Doa Bilal Jawad”, pembaca akan mendapati kalimat yang memuat kata alpa, lupa, ibadah, rumah, dan masih banyak lagi.

Selain gaya bercerita, Raudal juga kerap menghadirkan peristiwa-peristiwa yang mengundang gelak tawa pembaca. Itu juga ia lakukan dalam beberapa cerita pendeknya. Dalam “Aroma Doa Bilal Jawad” terdapat peristiwa tokoh Aku semasa kecil yang menemukan uang beraroma wangi.

Maka, ketika tercium bau wangi, aku berteriak, “Uang Bilal Jawad!”

“Uang Pak Uwo!” kata adikku membetulkan kelancanganku.

“Ya, Pak Uwo Jawad,” ulangku.

Kami berebut menciumnya. Namun, ternyata bau rokok pertanda uang itu dari saku ayah. Atau bau rampai pertanda ibu menyimpan uang itu di balik bantal. Ini menambah rasa penasaran kami untuk memburu uang dari saku sang Bilal.

Kekhasan itu membuat pembaca seperti mendengar seseorang bercerita saat membaca cerpen-cerpen Raudal, termasuk “Aroma Doa Bilal Jawad”. Humor dan teknik bercerita yang dilakukan Raudal sangat mengalir. Tidak memaksakan.[]

1 Cerpen karya Raudal Tanjung Banua terbit di Tempo, 24 Oktober 2015.
2 Cerpen karya Raudal Tanjung Banua terbit di Jawapos, 9 April 2017.

KOMENTAR

Redaktur Umum buruan.co. Menulis puisi dan cerpen. Hobi menonton film.