Fb. In. Tw.

Membaca Cerpen Inspiratif

Sebelum membahas soal cerpen inspiratif, izinkan saya menjelaskan fenomena pemuatan ganda terlebih dahulu. Fenomena ini merupakan sebuah istilah untuk kasus pemuatan berulang (ganda) yang sering kita temukan pada koran, majalah, atau tabloid. Istilah ini memang tidak memiliki hubungan dengan konvensi bentuk cerpen, khususnya cerpen yang akan saya ulas. Jika pun ada, hanya sebatas asumsi saya terhadap fenomena dan karya cerpennya. Yakni boleh jadi cerpen yang mengalami pemuatan ganda disebabkan karena cerpen tersebut memiliki mutu atau kualitas yang baik.

Bagi Anda yang suka membaca beberapa koran minggu, khususnya kolom sastra, membaca cerpen berjudul “Saat Hujan Turun” karya Pelangi Pagi adalah membaca kembali cerita yang sama pada waktu dan media yang berbeda. Fenomena yang tak baru ini, pernah terjadi pada beberapa tahun ke belakang. Misalnya pada 2014 lalu, cerpen berjudul “Solilokui Kemboja” karya Fandrik Ahmad dimuat oleh empat media yang berbeda. Kedaulatan Rakyat (23 November 2014), Republika (30 November 2014), Tabloid Nova (30 November 2014), dan Tribun Jabar (25 Januari 2015). Pemuatan ganda ini tampaknya sebuah rekor terbanyak. Fandrik Ahmad sendiri adalah pengarang yang cukup produktif, mengingat cerpen-cerpennya yang sudah banyak dimuat di beberapa media nasional dan daerah.

Pemuatan ganda ini menurut saya bukanlah masalah besar, terlebih ditanggapi dengan serius dan berapi-api. Asumsi-asumsi boleh jadi muncul dari pembaca, namun pada dasarnya, tugas penulis adalah menulis, dan media mempublikasikannya. Pasar pembaca setiap media pun bisa jadi berbeda. Ditambah, pembaca khusus kolom atau rubrik sastra tak sebanyak pembaca informasi dan fakta yang aktual. Pembaca lebih banyak melihat cerpen secara objektif. Artinya, melihat dari sisi karyanya saja. Jika karya itu menarik rasanya tak jadi soal.

Namun ada beberapa catatan dalam fenomena ini yang jadi perhatian penulis, yakni dampak atau kerugian seringkali diterima oleh pengarangnya sendiri. Mulai dari kerugian secara ekonomi, sampai matinya ruang publishing bagi pengarang lantaran redaktur memasukkannya ke dalam daftar hitam pengarang yang tak layak muat, mengingat karyanya sering kali dimuat ganda. Tak jarang koran atau majalah menghanguskan honorarium atas tulisannya.

Memang tidak ada regulasi yang jelas perihal kewajiban dan sanksi atas pemuatan ganda ini. Meskipun beberapa media menerapkan aturan bahwa karya yang dikirimkan harus belum pernah dipublikasikan di media lain. Ketentuan tersebut bukan berarti melarang penulis mengirim ke media lain pula. Akhirnya hal ini menjadi polemik tersendiri antara penulis, redaktur, dan medianya.

***

Awalnya, yang membuat saya melakukan penelusuran cerpen “Saat Hujan Turun” karya Pelangi Pagi bukan persoalan pemuatan ganda, melainkan ramainya informasi tentang terkuaknya kasus plagiasi cerpen yang dilakukan salah seorang penulis muda bulan lalu. Kasus ini menuai banyak kritikan sebab plagiatornya tak tanggung-tanggung menduplikasi—sepengetahuan saya—lebih dari 9 cerpen. Untungnya sejauh ini cerpen “Saat Hujan Turun” tidak terindikasi hasil plagiat. Akan tetapi saya masih saja dibuat penasaran dengan nama pengarangnya: Pelangi Pagi.

Bagi saya pribadi, selama mengamati cerpen koran, nama Pelangi Pagi tidak banyak muncul. Menelisik siapa pengarangnya adalah kebiasaan saya sebelum membaca cerpen koran. Meskipun beresiko membuat penilaian menjadi subjektif, tapi setidaknya saya sudah terbiasa mengetahui latar belakang dan ciri khas tulisan pengarang. Hasilnya, saya menemukan pemuatan ganda atas cerpen “Saat Hujan Turun”, yaitu dimuat di HU Pikiran Rakyat (11/03/2018) dan Republika (09/04/2018).

Rentang waktu pemuatan cerpen “Saat Hujan Turun” cukup jauh, selain itu Pikiran Rakyat dan Republika secara karakter tentu memiliki perbedaan, maka saya memosisikan cerpen ini sebagai karya yang ‘mungkin’ layak dibaca. Saya menempatkan cerpen ini seperti halnya karya seni lain, yang bisa dipamerkan di medium yang lain. Apapun motif dibalik keputusan redaktur HU Pikiran Rakyat memuat kembali cerpen ini, kiranya saya akan lebih melihat ke dalam cerpennya sendiri.

Setelah membaca cerpen “Saat Hujan Turun” ini—termasuk versi pemuatan sebelumnya, saya menganggap cerpen ini cukup baik dari segi unsur-unsur ceritanya. Cerpen ini berkisah tentang tokoh Ika yang sedang melamar pekerjaan. Dalam sesi wawancara, Ika malah diingatkan kepada kejadian belasan tahun silam oleh Kang Adri, orang kepercayaan bos Apotek. Tak disangka ternyata Kang Adri adalah anak yang pernah ditolongnya dulu. Oleh sebab itu Ika diterima di Apotek yang dikelola Kang Adri.

Cerpen ini—jika boleh saya mengkategorikan—termasuk cerpen inspiratif, yang menggugah pembaca karena nilai-nilai kemanusiaan yang inspiratif. Saya teringat pepatah, apa yang ditanam itulah yang dituai. Dalam hal kebaikan, cerpen ini berusaha menunjukkan nilai itu tanpa adanya kesan menggurui pembaca, seperti dalam kutipan berikut.

Tentu saja Ika bahagia. Tapi waktu pulang naik angkot, dia termenung. Sungguh aneh hidup ini. Peristiwa dulu, peristiwa sepele sebelas tahun lalu, peristiwa masa kecil, bisa menolong gelisah dan putus asa masa dewasa. Yang terbayang hanya kata-kata Umi yang suka ditiru Teh Ela: “Bila kita baik ke orang lain, artinya bukan sekadar baik ke orang lain, tapi yang utama sebenarnya baik ke diri kita sendiri.”

Cerpen ini menawarkan rasa haru, mirip video iklan inspiratif Thailand mengharukan. Video inspirasi yang mengingatkan agar kita tak pernah lupa untuk saling memberi dan membantu sesama. Inti pesannya, kebaikan dibalas dengan kebaikan.

Dengan penceritaan yang mengalir dan tidak bertele-tele, cerpen ini menghadirkan dua peristiwa. Peristiwa masa kini dan masa lalu; Ika dewasa yang sedang melamar pekerjaan dan Ika kecil yang sedang mempertahankan hidupnya dengan berjualan gorengan. Kilas balik peristiwa itu membuat akhir cerita menjadi mudah ditebak. Dalam hal meyakinkan pembaca, logika cerita yang digunakan untuk dua peristiwa tersebut, tampaknya memang sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman manusia pada umumnya sehingga bisa diterima pembaca.

Pengarang tentunya memiliki pesan tersendiri dalam cerpen. Dalam cerpen ini banyak ditemukan pesan pengarang dilesapkan dalam cerita. Amanat bisa tersirat juga tersurat di dalam cerita. Pesan-pesan itu hadir dari hasil pembacaan, juga secara langsung disampaikan pengarang melalui cerita, sebagaimana pengarang memasukkan pesannya dalam cerpen ini sebagai berikut.

Ika tersenyum mendengarnya. Satpam itu tidak tahu, bagi Ika untuk ongkos dan fotokopi segala persyaratan saja tidaklah gampang. Lagipula, bila punya uang pun cara seperti itu pasti dilewatinya. Sejak kecil Umi mengajarkan untuk jujur, sabar, dan bekerja keras. Buat apa bekerja dengan jalan tidak jujur? Lelah dan putus asa tentu saja pernah.

Pesan yang tampaknya diutarakan oleh tokoh, namun dampaknya juga sampai kepada pembaca. Pengarang memasukkan pesan moral itu ke dalam bentuk narasi maupun ujaran tokohnya.

“Hus, jangan bilang begitu. Jangan putus harapan. Belum rejekinya saja bila masih belum dipanggil, kata Umi. Kamu itu lulus sekolah. Sayang bila tidak merasakan bekerja.”

“Kumpulkan dulu modal. Usaha itu harus punya modal. Bila sudah menyerap ilmu di perusahaan, bila sudah punya bekal, tidak masalah berhenti bekerja dan membuka usaha sendiri.”

Cerpen ini memang kental dengan pesan-pesan moral, motivasi, dan pengalaman. Jika konvensi bentuk cerpen di Indonesia umumnya seperti cerpen plot, cerpen tema, cerpen karakter, cerpen suasana, dan bentuk cerpen lainnya, barangkali cerpen ini bisa dikategorikan sebagai bentuk cerpen inspiratif.

Bentuk atau wujud cerpen hadir dalam konvensi yang longgar. Bentuk-bentuk cerpen, seperti disebutkan di atas berdasarkan kekuatan dominan karya sastra itu sendiri. Bentuk cerpen ini bertujuan memberikan efek ‘betah’ kepada pembaca. Efek inilah daya tarik cerpen bagi pembaca. Bentuk cerpen plot, misalnya.

Cerpen dengan plot keras bisa menimbulkan efek kejutan luar biasa yang tak terduga bagi pembaca. Cerpen-cerpen Subagyo Sastrowardoyo misalnya, dalam kumpulan cerpen Kejantanan di Sumbing, adalah contoh bentuk cerpen dengan kekuatan plot. Anton Chekov juga dikenal sebagai pengarang yang lihai menghasilkan cerpen dengan plot yang kuat. Cerpen dengan plot lembut bisa menyeret pembaca ke dalam perenungan. Tentunya cerpen plot ini, apapun jenisnya, dihasilkan oleh pengarang yang memiliki teknik menulis yang mumpuni.

Baca juga
Membaca Cerpen Kolase
Pengoptimalan Unsur Bahasa dalam Cerpen

Cerpen Inspiratif juga bisa menimbulkan kesan bagi pembaca. Kekuatannya terletak pada nilai-nilai yang disampaikan. Pengarang harus jeli dan menguasai teknik kebahasaan untuk bisa menempatkan—tepatnya melesapkan—amanatnya ke dalam cerita, sehingga tidak tampak kesan menggurui atau menceramahi pembaca.

Cerpen “Saat Hujan Turun” karya Pelangi Pagi dengan pesan-pesan yang kental di dalamnya, membentuk kesan mendalam terhadap pembaca. Persoalannya, apakah cerpen-cerpen dengan bentuk ini, sekuat video inspiratif yang sering kita lihat di layar televisi atau platform Youtube? Hal ini kembali pada publik pembaca cerpen.[]

KOMENTAR

Penulis. Staf pengajar di SD BPI. Anggota ASAS UPI.

You don't have permission to register