Fb. In. Tw.

Kemungkinan Pelayarputihan Cerpen

Banyak cara mengapresiasi karya sastra baik puisi maupun prosa. Salah satunya dengan menghadirkan interpretasi dan apresiasi dalam wahana atau bentuk lain. Puisi umumnya sering dialih-wahanakan ke dalam bentuk musik. Sementara pada prosa biasanya muncul wahana baru berupa film layar lebar atau sinema pendek atau lebih dikenal sebagai film pendek. Proses pengalihan wahana tersebut dapat disebut sebagai ekranisasi atau pelayarputihan. Selain digunakan sebagai cara menunjukkan interpretasi dan apresiasi, proses ekranisasi juga dapat menghadirkan perspektif baru dalam memandang sebuah karya sastra.

Ekranisasi atau pelayarputihan ini mungkin bukan lagi istilah baru. Ekranisasi berasal dari bahasa Prancis écran yang berarti layar. Di Indonesia istilah ekranisasi tidak terlalu familiar, berbeda dengan istilah filmisasi atau sinematisasi. Kegiatan pelayarputihan sudah dimulai sejak awal tahun 70an. Meskipun didominasi oleh transformasi novel menjadi film, pelayarputihan ini juga sangat memungkinkan didasari dari cerpen. Sebab pada dasarnya prosa memiliki aspek sinematik yang hadir dalam pikiran pembaca, dengan deskripsi cerita yang membentuk citra audio visual secara imajinatif. Bergantung sebesar apa kompleksitas yang dimiliki prosa tersebut, seperti apa bentuk yang diinginkan oleh transformatornya, dan seberapa besar kebutuhan dan tujuan pembuatannya.

Cerpen “Dari Jendela di Cuaca yang Cerah” karya Bayu Pratama dimuat HU Pikiran Rakyat, 11 Februari 2018. Cerpen ini menceritakan tokoh Benjor yang sedang menikmati cuaca pada minggu terakhir September sambil menyaksikan anak-anak yang asyik bermain di bawah pohon kersen. Benjor menelepon Jakob, kawannya karena terinterupsi oleh dering telepon yang tak sempat ia angkat. Benjor mengira Jakoblah yang meneleponnya. Tapi pada akhir cerita dia mendapatkan kemungkinan bahwa anak-anak yang sedang bermain di bawah pohon kersen itulah yang memijit nomor teleponnya.

Cerpen ini tidak menawarkan sesuatu yang istimewa baik dari tema, gagasan, maupun intrinsik cerita. Akan tetapi cerpen ini berhasil memberikan kenikmatan membaca dengan menghadirkan potongan-potongan peristiwa yang membangkitkan citra imajinatif. Deskripsinya mengalir, terdapat solilokui tokoh, dialog, peristiwa, serta suasana. Saat membaca cerpen ini, saya seperti sedang memutar slide-slide video, atau menonton tayangan sinematik di Youtube. Hal ini disebabkan karena pengarang tidak ambil pusing dengan persoalan tema yang besar, gagasan yang cemerlang, atau teknik bercerita yang berbeda. Pengarang sepertinya sudah meninggalkan persoalan mendasar ini. Narasi dramatik yang mengalir, cepat, tidak bertele-tele merupakan kekuatan dalam cerpen ini.

Apresiasi yang akan disampaikan untuk cerpen ini adalah adanya kemungkinan ditransformasikan menjadi sebuah karya seni lain yaitu film. Namun sebelum membahas pelayarputihan cerpen ini, haruslah dilihat karakter cerpennya terlebih dahulu.

TELEFON berdering. Benjor tidak segera mengangkatnya. Dari jendela rumahnya, dia sedang sibuk memperhatikan cuaca: hari cerah. Minggu terakhir bulan September punya cuaca yang amat sempurna untuk perasaan bahagia. Sebentar lagi musim hujan datang dan musim kemarau pergi. Minggu terakhir bulan September jadi semacam waktu berdiskusi dua musim itu untuk menciptakan cuaca yang menyenangkan begini. Tidak terlalu panas dan kering, tidak terlalu dingin dan basah. Membuat orang jadi gampang melamun tentang hal-hal menyenangkan. Telefon terus berdering. Benjor tidak kunjung mengangkatnya sampai tiba-tiba hening.

Paragraf pertama menggunakan teknik naratif untuk menyampaikan sebuah cerita kepada pembaca. Teknik naratif ini memusatkan seluruh peristiwa melalui mata si pencerita. Dimulai dengan sebuah peristiwa telepon berdering, kemudian gambaran cuaca, lalu gambaran perasaan. Pada paragraf ini pengarang sebenarnya sedang membangun sebuah suasana cerita. Meskipun ada kesan bertele-tele, tetapi masih dalam batas toleransi pembaca, sebab menghadirkan sebab-akibat untuk menjelaskan perilaku tokoh. Kata kuncinya terletak pada kalimat membuat orang jadi gampang melamun tentang hal-hal menyenangkan.

Dari Jendela Benjor melihat anak-anak sedang memanjat pohon kers di depan rumahnya. Tidak jauh dari pohon kers itu, ada boks telefon umum. Kalau sedikit berusaha, siapapun bisa naik ke atas boks telefon itu. Di lingkungan rumah Benjor tidak banyak anak-anak. Benjor tidak terlalu tahu anak-anak itu datang dari mana—mungkin dari kampung di sekitar tempat tinggal Benjor atau jauh-jauh datang dari pinggiran kota. Yang mana pun bisa saja. Yang jelas jumlah mereka banyak sekali. Anak-anak itu naik-turun pohon kers dengan begitu menakjubkan. Beberapa naik ke atas boks telefon kemudian melompat turun seolah-olah itu hal paling menantang yang pernah diciptakan tuhan.

Pada paragraf ini kita mendapatkan banyak gambaran atau citra imajinatif. Anak-anak, pohon kers, telepon umum, kota, dan suasana yang menyenangkan.

Benjor teringat istrinya. Wanita itu harusnya sudah pulang sekarang. Istri Benjor dan pembantunya pergi sedari tadi. Mungkin berbelanja, atau mungkin yang lain—Benjor tidak terlalu yakin. Dilihatnya lagi jam tangan. Benjor menutup mata. Saat membuka mata, Benjor merasa dinding-dinding rumahnya bergerak menjauh dari dirinya. Aster kayu biru itu kembali bergerak sedikit. Salah satu kelopaknya jatuh lagi. Begitu tua dan menyedihkan, pikir Benjor.

Banyak narasi digunakan dalam cerpen ini. Paragraf demi paragraf membentuk narasi yang efektif, namun tidak menghilangkan keterkaitan antara satu peristiwa dan peristiwa lainnya.

Benjor berjalan ke arah dapur dan mengambil segelas air keran untuk ditambahkan ke dalam wadah kaca tempat bunga aster itu. Diperbaikinya posisi bunga aster itu sampai dirasanya benar. Diambilnya tiga kelopak yang jatuh. Berjalan kembali ke dapur, Benjor meletakkan gelas pada tempatnya kemudian membuang tiga kelopak bunga aster itu ke dalam wastafel.

Pada paragraf ini, kita menemukan adegan dramatik yang disampaikan dengan narasi deskriptif yang tidak bertele-tele. Hal tersebut membuat retensi pembaca terhadap cerpen ini lebih baik, ketimbang cerpen yang mendeskripsikan banyak hal seolah ketakutan ceritanya kurang lengkap.

Tidak hanya deskripsi, cerpen ini menggunakan teknik lain untuk menggambarkan kejadian. Terdapat dialog-dialog yang menentukan tokoh dan wataknya.

Telefon tersambung. “Iya, Hallo. Bagaimana?” kata Jakob di sambungan telefon. Dia memang selalu bertanya ‘bagaimana’ tanpa benar-benar jelas bagaimana apa yang ditanyakannya.

“Kau. Tadi kau telefon ke rumah? Ada apa?”

“Lho, bukan. Dari tadi sibuk. Kau apa kabar? Kapan-kapan mampirlah kemari. Kita sedang ada tawaran bisnis baru dengan pabrik pembuat kadal plastik. Anak-anak zaman sekarang pasti suka. Prospeknya akan bagus, tetapi kalau kau lihat-lihat, mungkin kau ada pendapat lain.”

Pada cerpen ini pilihan yang paling memungkinkan adalah mentransformasikannya menjadi bentuk film pendek, walau tidak menutup kemungkinan mentransformasikan menjadi film dengan durasi lebih panjang. Ciri khas cerpen adalah unsur-unsurnya yang bisa dinikmati dengan membaca sekali duduk, tidak sekompleks novel atau roman. Maka transformasi ini bisa dinikmati dalam sinema dengan durasi pendek. Banyak juga cerpen yang ditransformasikan menjadi film, di antaranya cerpen “Mereka Bilang Saya Monyet” karya Djenar Maesa Ayu dan cerpen “Doa yang Mengancam” karya Jujur Prananto.

Istilah film pendek atau film mini didasarkan atas durasinya yang singkat kurang dari 50 menit. Kemunculan film pendek di Indonesia diawali sejak tahun 70an. Film pendek bisa dikatakan sebuah gerakan, tren, bahkan genre baru perfilman sejak munculnya karya-karya film mini, setelah festival film mini diselenggarakan tahun 1973 di Jakarta. Dengan kemunculan film pendek, semakin membuka peluang bagi semua orang atau pekarya membuat karya seni yang mengadaptasi cerpen.

Dengan teknik naratif ini, cerpen “Jendela di Cuaca yang Cerah” memusatkan peristiwa melalui sudut pandang pencerita. Pengarang menggunakan mata pencerita untuk menggambarkan peristiwa. Kaitan dengan tranformasi cerpen menjadi film pendek, sebagaimana disinggung sebelumnya, merupakan apresiasi terhadap cerpen. Kiranya memang memungkinkan melakukan pelayarputihan cerpen ini. Mengingat cerpen ini tidak terlalu kompleks untuk dijadikan bahan sebuah film. Sama halnya dengan pengarang, kita dapat menggunakan pencerita seperti sebuah kamera perekam untuk menghasilkan slide atau bingkai film yang banyak dan disatukan menjadi sebuah cerita dengan media yang berbeda.

Persoalannya mungkin terletak pada seberapa penting cerpen ini dilayarputihkan, atau siapa yang mau mentransformasikannya. Perlu juga dipertimbangkan waktu dan prosesnya. Mengingat kegiatan ini adalah proses perubahan dari sesuatu yang dihasilkan secara individu, menjadi sesuatu yang dihasilkan secara bersama-sama atau gotong royong.[]

KOMENTAR

Penulis. Staf pengajar di SD BPI. Anggota ASAS UPI.

You don't have permission to register