Terkaan Masa Depan Vonnegut
Sebagai penikmat cerita, saya selalu memosisikan diri sebagai yang tidak tahu daripada yang tahu atau yang sok tahu. Itulah yang saya amini dan selalu saya lakukan saat membaca. Cara tersebut bisa dilakukan juga oleh pembaca untuk menikmati buku kumpulan cerita Perjalanan Nun Jauh Ke Atas Sana karya Kurt Vonnegut.
Buku ini menghimpun dua cerita yang ditulis di awal tahun 60-an. Meski begitu, pembaca akan merasa cerita ditulis belum lama ini. Dalam ceritanya, Vonnegut melakukan ramalan atau penglihatan tentang masa depan. Penglihatannya pada masa itu jauh melampaui masa kini, abad ke-21. Latar waktu yang tertera dalam cerita adalah tahun 2185.
Namun, cerita-cerita dalam buku ini tidak terasa mengawang dan cenderung dekat. Jika kebanyakan cerita tentang masa depan menghadirkan teknologi—semisal robot, peralatan super canggih, atau semacamnya—yang menggeser peradaban manusia, Vonnegut lebih memilih kenaikan populasi. Terkaan masa depan Vonnegut ini masih bisa dipahami. Saat ini populasi penduduk Amerika berkisar di angka 300.000.023. Jumlah tersebut tidak jauh berbeda—bahkan mungkin akan menjadi kenyataan—dengan apa yang disampaikan Vonnegut dalam cerita.
Dalam cerita “Perjalanan Nun Jauh Ke Atas Sana”, warga Amerika berada dalam usia panjang dengan tubuh tetap muda. Penyebabnya adalah obat awet muda bernama anti-gerasone. Tokoh-tokoh dalam cerita pun berusia di atas seratus tahun. Sayang penemuan ini tidak berbanding lurus dengan tempat manusia hidup. Kawasan Pantai Timur Amerika saja ada lima ratus juta orang. Kondisi tiap apartemen penuh sesak. Pembaca bisa menemukan apartemen milik Harold D. Ford berisi anaknya, cucunya, keponakan cucunya, sepupu anaknya, cicitnya, bahkan cucu dari cucunya.
Masalah yang dihadirkan dalam cerita ini bisa dibilang tidak baru bahkan cenderung usang. Warisan. Si Kakek pemilik apartemen minggat dari kamarnya—satu-satunya kamar di apartemen itu—karena mendapati anti-gerasone-nya akan dicampur air keran oleh salah satu ahli waris. Ia pun meninggalkan wasiat: apartemen dibagi sama rata.
Masalah warisan memang telah banyak terkuak bahkan dalam khazanah prosa Indonesia. Akan tetapi, Vonnegut menghadirkan itu untuk mengkritik ruang privat. Jumlah populasi yang membeludak tidak dibarengi solusi untuk tempat tinggal.
Ada pernyataan dari tokoh seorang anak yang terbilang muda di antara mereka, Eddie. Ia berkata, “Aku lahir dan hidup di lorong yang bahkan lebih sempit dari barak tentara!” Ada juga pernyataan dari tokoh Morty, “Apakah kalian sudah pernah berbulan madu di lorong?” Kedua pernyataan itu ditujukan kepada siapa yang berhak memiliki apartemen itu, terutama kamar itu. Satu-satunya ruang yang menawarkan privasi di apartemen itu.
Penuh kejutan. Cerita “Perjalanan Nun Jauh Ke Atas Sana” adalah sebuah kejutan, pada akhirnya. Begitu pula dengan cerita lainnya, “2 B R 0 2 B2 ”. 2 B R 0 2 B1 adalah sebuah nomor telepon bagi orang yang menginginkan masalah hidupnya segera berakhir. Berakhir secara harfiah.
Bisa dibilang, cerita ini lanjutan dari cerita sebelumnya. Masalah populasi yang membeludak itu telah menemukan jawabannya: kontrol populasi. Warga Amerika dalam cerpen ini berkisar di angka 40 juta. Stabil. Karena tiap kelahiran mesti dibarengi dengan kematian. Sebelum seorang anak lahir, orang tua sang anak mesti menemukan siapa yang akan menebus kelahirannya.
Masalahnya, Edward K. Wehling, Jr., adalah calon ayah dari tiga anak. Di ruang tunggu rumah sakit, ia menunggu kelahiran ketiga anaknya. Seorang dokter yang mendapat kabar akan lahir tiga orang anak dan hendak mengeceknya. Di ruang tunggu itulah ia berpapasan dengan sang ayah. Setelah beberapa percakapan ringan, dokter berkata, “Mengenai anak Anda, Tuan—yang mana yang akan Anda pilih?” Sedangkan, Wehling baru menentukan satu bayinya untuk diselamatkan, itupun dengan mengorbankan kakeknya untuk masuk ke kamar gas—kamar yang bisa dipesan dengan menelepon 2 B R 0 2 B. Dengan nada lirih, Wehling berkata, “Saya ingin anak saya hidup. Saya ingin ketiga-tiganya hidup. Saya juga tidak ingin kakek saya mati.”
Melalui Wehling, Vonnegut menghadirkan dampak dari kebijakan kontrol populasi, terutama di wilayah-wilayah yang menyangkut perasaan.
Jauh melampaui zaman sekarang, zaman kita hidup. Buku ini hadir dengan keajaiban di dalamnya. Keajaiban yang bisa ditemukan di masa depan. Dalam buku ini pembaca bisa menemukan cerita ajaib dengan makna yang tak kalah ajaib. Vonnegut mengetahui apa yang hendak disampaikan, meskipun masih ada beberapa peristiwa yang bocor. Semisal apa yang terjadi jika anti-gerasone dicampur dengan air keran? Menjadi racunkah? Apa manusia tahun 2185 pantang minum air keran? Benarkah suara tembakan—bahkan tiga suara tembakan—tidak terdengar oleh siapapun di rumah sakit itu?
Selain itu, dalam buku ini terdapat beberapa kesalahan ketik, seperti kata ‘tersenyun’ dan ‘seseoorang’. Saya tidak tahu itu kesalahan siapa. Entah memang konsep dari Vonnegut atau penerjemah yang kurang teliti. Tapi, secara keseluruhan masih bisa dimengerti dan tidak mengubah makna. Barangkali masalah ini bisa dibenahi di cetakan kedua. Mungkin.
Terlepas dari kebocoran cerita dan kesalahan teknis pengetikan, apa yang dilakukan Vonnegut dalam kedua cerita ini adalah sebuah kritik terhadap nilai-nilai kehidupan manusia baik pada zamannya, atau zaman mendatang. Tugas kita hanyalah lebih jeli menangkap apa sesungguhnya hasil kerja penulis yang mesti kita maknai lebih sambil melupakan ada beberapa kesalahan teknis di buku itu, tentunya. Begitulah. []
Identitas Buku
Judul : Perjalanan Nun Jauh ke Atas Sana
Penulis : Kurt Vonnegut
Penerjemah : Widya Mahardika Putra
Tahun terbit : 2017
Penerbit : Oak
Tebal : x + 28 halaman
ISBN : 978-602-60924-5-8
1 Dibaca “To be or not to be.” Persis solilokui Hamlet ketika mengetahui ayahnya dibunuh pamannya sendiri.