Humor dan Olok-Olok Milik Etgar Keret
Bagi saya, Etgar Keret tak hanya seorang penulis. Ia juga mungkin seorang komedian jenius. Setidaknya setelah saya selesai membaca buku memoarnya berjudul The Seven Good Years yang diterjemahkan oleh Ade Kumalasari (Penerbit Bentang, 2016).
Keret adalah penulis berpaspor Israel. Ia lebih dikenal sebagai penulis cerita pendek. Jika diingat-ingat, tak banyak cerita pendeknya yang pernah saya baca. Cerita pendeknya yang terakhir saya baca adalah “To the Moon And Back” yang dimuat di The New Yorker. Kesannya sama, kocak.
Dalam buku The Seven Good Years terdapat sekitar 35 catatan yang terbagi dalam tujuh bab atau tahun. Semua catatannya benar-benar pendek dan padat seperti halnya cerita-cerita pendek yang ditulisnya. Buku ini dimulai dengan cerita kelahiran putra pertamanya bernama Lev dan diakhiri dengan kematian ayahnya akibat kanker.
Bab pertama dimulai dengan cerita kelahiran anaknya. Di hari yang sama bom meledak dan banyak korban dilarikan ke rumah sakit yang sama. Salah seorang wartawan mengira jika Keret adalah salah satu korban serangan bom. Dengan antusias wartawan ini memburu Keret dengan pertanyaan mengenai serangan bom.
“Saya tidak terkena serangan,” kata Keret menjelaskan. Ia berada di rumah sakit karena istrinya sedang melahirkan. Si wartawan ini tentu saja kecewa. Sebab, mungkin ia akan bisa menulis reportase menarik jika berhasil mendapat komentar dari seorang penulis yang menjadi korban serangan bom. Ia juga sampaikan keluhannya bahwa sudah bosan mendengar komentar para korban dari warga biasa.
Cerita yang tidak kalah kocak adalah ketika Keret menghadapi seorang telemarketer di telepon. Demi menghindar, ia mengarang cerita bahwa baru saja mengalami kecelakaan dan cedera. Sampai ia mengarang tentang kematian dan pemakamannya sendiri.
Kemudian saya juga tak bisa berhenti tertawa ketika membaca catatan berjudul “Dengan (Tidak) Hormat”. Catatan itu menceritakan tentang pengalaman Keret saat memberikan tanda tangannya pada pembaca bukunya. Ia beranggapan bahwa mengapa harus memberikan kalimat dedikasi yang nyata jika buku yang ditulisnya murni fiksi.
Maka, ia menuliskan kalimat-kalimat konyol dan kocak seperti: “Untuk Avram, aku tidak peduli apa pun hasil lab. Bagiku, kamu selalu menjadi ayahku.” Dan, “Bosmat, meski kamu sudah dengan cowok lain sekarang, kita tahu pada akhirnya nanti kamu akan kembali padaku.” Untuk kalimat yang terakhir, sebuah tamparan mendarat di pipinya.
Dalam buku ini juga Keret menceritakan pengalamannya berkunjung ke Bali. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia juga dikenal dengan sikapnya yang anti Israel dan anti Yahudi.
Undangan pada salah satu festival penulis itu kemudian menimbulkan kekhawatiran orang tuanya bahwa Keret mungkin saja diculik atau dibunuh. Untuk meredakan kekhawatiran orang tuanya, ia mengirimkan keterangan yang didapat dari wikipedia bahwa mayoritas penduduk Bali beragama Hindu. Tapi kekhawatiran itu tak mereda.
Keret tetap memutuskan untuk berangkat dan harus menghadapi beberapa konsekuensi seperti sulitnya mendapatkan visa. Dan, karenanya harus menunggu selama lima hari di Bangkok. Namun akhirnya ia sampai di Bali dan membaca di acara pembukaan festival. Ia membaca di depan hadirin sambil menerka apa yang dilihat para hadirin saat melihatnya: seorang penulis Yahudi dan berpaspor Israel.
Kejeniusan Keret adalah mampu menangkap sisi-sisi humor dari kisah-kisah yang berpusat pada kehidupan pribadi, keluarga, dan situasi konflik. Sehingga selalu saja ada celah untuk menertawakan diri sendiri. Seperti dalam catatan yang berjudul “Adil dan Baik”. Awalnya, kita akan mengira bahwa Keret sedang menyindir istrinya. Tapi akhirnya kita dapat menangkap melalui humor gelapnya bahwa sebetulnya objek olok-oloknya adalah dirinya sendiri.
Dengan mengolok-olok diri sendiri, Keret juga mengkritik konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel. Kritiknya tak menampakkan perasaan sinis dan nyinyir. Keberpihakannya terhadap perdamaian dalam memandang konflik di Timur Tengah membuat kehadirannya diterima di negara-negara mayoritas muslim seperti Turki, Malaysia, dan Indonesia.[]
Detail Buku
Judul: The Seven Good Years
Penulis: Etgar Keret
Penerjemah: Ade Kumalasari
Penerbit: Bentang Pustaka
ISBN: 978-602-291-200-2
Cetakan: Pertama, Juli 2016