Fb. In. Tw.

Abah Rukmin, Juru Gaok Terakhir

Sabtu (21/3) saya bersama kawan-kawan Jalan Teater (Sahlan Bahuy, Zulfa Nasrulloh, Heri Maja Kelana, Dian Hardiana, dan Jafar Fakhrurozi) mengunjungi seorang juru Gaok di Majalengka, Jawa Barat. Kunjungan ini dalam rangka penelitian untuk sebuah pementasan teater yang diangkat dari tradisi lisan Gaok dan akan kami pentaskan pada bulan September nanti.

Adalah Abah Rukmin (75), juru Gaok yang kami kunjungi tersebut. Saat tiba di rumahnya, di Kampung Tari Kolot, Desa Kulur, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, yang menerima kami adalah istrinya. Saat itu kebetulan Abah Rukmin baru saja berangkat ngarit (menyabit rumput) untuk ternak kambingnya.

Istri Abah Rukmin lantas meminta anak sepupunya untuk menyusul kembali sekaligus mengabarkan kedatangan kami kepada Abah Rukmin yang terlanjur berangkat ke kebun untuk ngarit. Kami lantas menunggu di rumah sederhananya yang asri.

Abah Rukmin dan istri di depan rumahnya.

Abah Rukmin dan istri di depan rumahnya.

Tak lama, Abah Rukmin pulang kembali ke rumahnya. Ia tampak tergesa-gesa menemui kami. Ada sedikit perasaan tidak enak, karena khawatir kedatangan kami mengganggu rutinitasnya sore itu.

Abah Rukmin langsung menemui kami di ruang tamu rumahnya, tanpa mengenakan baju. Di bahunya ada sisa potongan  rumput yang masih menempel. Keringat melapisi kulit tubuhnya, yang meskipun sudah berusia lanjut, tetap kelihatan cukup sehat.

Setelah sedikit prolog oleh Jafar, yang merupakan peneliti seni Gaok juga untuk kepentingan tesisnya di Pascasarjana FIB Universitas Indonesia, kami pun menyampaikan tujuan utama menemui Abah Rukmin.

Singkat cerita Abah Rukmin menyambut antusias rencana garapan teater yang akan kami lakukan. Ia malah senang, ada generasi muda yang masih tertarik dengan “kesenian aki-aki (kakek-kakek)” ini.

Seni Gaok
Seni Gaok merupakan sebuah bentuk kesenian khas Majalengka. Gaok adalah seni membaca atau menyanyikan wawacan dengan langgam pupuh.

Dalam penelitian tesis Jafar dijelaskan, Gaok biasanya dipentaskan dalam momen-momen tertentu seperti dalam ritual atau upacara adat ngayun (acara empat puluh hari kelahiran bayi), babarit pare, dll.

Gaok ada dan berkembang di Majalengka sejak masuknya agama Islam yakni sekitar abad ke-15. Pangeran Muhammad dari Cirebon menyebarkan ajaran Islam dan menggunakan Gaok sebagai medium dakwah Islam.

Gaok kemudian dikembangkan oleh salah seorang seniman yaitu Sabda Wangsahardja sejak 1920-an. Sejak saat itu Gaok berkembang dan mengalami masa kejayaan pada tahun 1960-an. Kini seiring berkembangnya waktu, Gaok tidak lagi diminati masyarakat.

Abah Rukmin, Juru Gaok kampung Tari Kolot
Abah Rukmin adalah murid langsung dari juru Gaok generasi buhun Sabda Wangsahardja. Ia telah menjadi juru Gaok sejak tahun 1963. Seperti ia ceritakan kepada kami, “Kuring mah nga-gaok ti taun 1963,” tuturnya.

Abah Rukmin menunjukan Wawacan Ahmad Muhammad dalam huruf Pegon.

Abah Rukmin menunjukan Wawacan Ahmad Muhammad dalam huruf Pegon.

Pada mulanya ia belajar membaca wawacan yang ditulis dalam huruf Pegon. Kemudian ia diajar membacakan atau menyanyikannya dengan langgam pupuh.

Juru Gaok di kampung Tari Kolot, sebenarnya bukan hanya Abah Rukmin. Ada dua orang lagi. “Aya dua urang deui. Tapi nu hiji tos geringan, nu hiji deui tos kurang mireng (Ada dua orang lagi, tapi yang satu sudah sakit-sakitan, yang satunya lagi sudah kurang pendengaran),” jelas Abah Rukmin mengenai dua kawannya itu.

Dengan kata lain, Abah Rukmin merupakan juru Gaok terakhir yang dimiliki kampung Tari Kolot, bahkan mungkin Majalengka. Kini ia tengah prihatin dengan tidak adanya generasi muda yang tertarik dengan seni Gaok ini.

“Padahal aya hiji budak, lamun keur macul di sawah teh sok kapireng bisa nembang. Tapi da henteu nepika daek mah (Padahal ada satu anak, kalau sedang mencangkul di sawah sering terdengar nembang. Tapi, ia tetap saja tidak mau jadi juru Gaok, red.),” Abah Rukmin menuturkan.

Mengingat usia Abah Rukmin yang sudah lanjut, dan belum ada juga calon generasi penerus seni tradisi ini, tentu sangat mengkhawatirkan. Padahal, seni Gaok memiliki nilai keindahan sastra, mengenai asal-usul Majalengka hingga kearifan terhadap lingkungan.

Berangkat dari itulah, kami berencana untuk melakukan garapan teater yang diangkat dari seni Gaok. Dengan kemasan teater, semoga dapat menjembatani generasi “aki-aki” seni Gaok kepada generasi muda yang diharapkan jadi penerusnya.

Semoga.[]

Foto: @opopet

KOMENTAR

Pendiri Buruan.co. Menulis puisi, esai, dan naskah drama. Buku kumpulan puisi pertamanya "Mengukur Jalan, Mengulur Waktu" (2015).

You don't have permission to register